Di atas ilmu ada adab. Ungkapan yang mengandung makna penting dalam dunia keilmuan. Ungkapan ini mengajarkan bahwa memiliki pengetahuan dan keahlian saja tidak cukup, tetapi juga harus diimbangi dengan adab atau etika yang baik dalam mengaplikasikan dan membagikan ilmu tersebut.
Dalam konteks keilmuan, memiliki adab berarti menggunakan pengetahuan dan keahlian dengan bijaksana dan bertanggung jawab. Memiliki adab dalam keilmuan juga berarti bersikap rendah hati dan menghormati pengetahuan dan keahlian orang lain, seharusnya tidak meremehkan atau memandang rendah pengetahuan orang lain.
Begitu juga kekuasaan dan rasa malu. Kekuasaan dan rasa malu adalah dua hal yang saling terkait dalam menjalankan tanggung jawab sebagai pemimpin atau individu yang memiliki pengaruh.
Kekuasaan tanpa rasa malu dapat menjadi alat yang berbahaya, di mana individu tersebut akan menggunakan segala cara untuk mempertahankan atau memperoleh kekuasaan, tanpa memedulikan akibat dan integritasnya.
Banyak contoh di sekitar kita, dalam berbagai perhelatan prosesi peralihan kekuasaan, di mana orang-orang yang berada dalam posisi kekuasaan menggunakan taktik yang tidak bermartabat untuk mencapai tujuannya. Mereka mungkin memiliki gelar-gelar akademik yang gemilang, strata sosial yang tinggi, harta kekayaan yang melimpah tetapi cara-cara yang mereka lakukan sangat memalukan. Mereka menggunakan intrik, manipulasi, fitnah, dan tindakan-tindakan ‘kotor’ lainnya untuk mempertahankan atau mendapatkan kekuasaan.
Sebagai insan terpelajar, seharusnya individu yang memiliki kekuasaan merasa malu pada diri sendiri. Mereka harus mempertimbangkan bahwa tindakan mereka akan membawa dampak jangka panjang pada sejarah yang mereka warisi, pada umat, dan pada martabat yang mereka miliki. Kekuasaan hanyalah sesuatu yang sementara, tetapi cacat-cacat dalam sejarah akan membayangi mereka selamanya.
Sebagai pemimpin atau individu yang memiliki pengaruh, memiliki rasa malu adalah penting untuk menjaga integritas dan kejujuran. Rasa malu adalah refleksi dari rasa tanggung jawab terhadap tindakan-tindakan dan dampaknya terhadap orang lain. Dengan memiliki rasa malulah mereka dapat menghindari perilaku yang tidak etis atau merugikan.
Selain itu, kekuasaan yang disertai rasa malu juga mencerminkan sikap tawadhu’ dan rendah hati. Kekuasaan seharusnya digunakan untuk memberikan manfaat bagi orang lain, bukan untuk memuaskan ambisi pribadi atau melanggar prinsip-prinsip moral.
Dengan demikian, kekuasaan yang disertai rasa malu dapat menjadi instrumen yang kuat untuk mendorong perubahan positif dan membangun masyarakat yang lebih baik.
Akhirnya, penting bagi kita semua, baik sebagai pemimpin atau individu biasa, untuk menyadari bahwa kekuasaan dan rasa malu harus saling beriringan. Hanya dengan memiliki rasa malu yang kuat dan memahami tanggung jawab kita sebagai individu yang berilmu dan beradab, kita dapat menjalankan kekuasaan dengan bijaksana, membawa manfaat bagi orang lain, dan menjaga kehormatan serta integritas kita sendiri. Semoga.
Discussion about this post