Oleh: Bahren Nurdin, MA
Kearifan lokal semakin tersingkirkan. Hari ini (20/4/2017), saya akan berdiri di hadapan ratusan anak muda negeri ini sebagai narasumber seminar wawasan kebangsaan untuk membahas perkara ini. Apa bukti ilmiah bahwa ‘local wisdom’ yang begitu kaya akan nilai-nilai ternyata telah tersingkirkan dan tertinggalkan, kalah cepat berpacu dengan perkebambangan zaman dan kemajuan teknologi? Salah satu buktinya, pada tahun 2014 lalu saya mengadakan penelitian dengan judul “Eksistensi Cerita Rakyat (folklore) Jambi di Kalangan Mahasiswa Jambi. (Studi Kasus Fak. Adab dan Humaniora IAIN STS Jambi)”.
Penelitian ini menunjukkan bahwa dari 10 cerita rakyat Jambi yang diteliti, hanya 6 cerita yang masih diketahui oleh generasi muda Jambi yaitu, 1) Asal Usul Raja Jambi, 2) Putri Reno Pinang Masak, 3) Raden Mattahir Singa Kumpeh, 4) Datuk Darah Putih, 5) Tapah Melenggang, dan 6) Puteri Tangguk.
Lebih mendalam lagi, penelitian ini menunjukkan sebanyak 33.7% responden menyatakan cerita ‘Putri Reno Pinang Masak’ adalah cerita yang paling diketahui. Namun yang paling mereka hafal adalah cerita ‘Asal Usul Raja Jambi’ (25.6%). Mereka mulai mengetahui Cerita Rakyat Jambi sejak berada di bangku Sekolah Dasar (43.0%), yang didapat langsung dari guru di sekolah (50.0%). Cara mendapatkan cerita tersebut yaitu dengan mendengar langsung saat diceritakan secara lisan (55.8%).
Apa yang terkandung dalam cerita-cerita rakyat ini? Sarat Nilai-nilai. Ambil saja beberapa contoh. Pada cerita ‘Putri Reno Pinang Masak’ terdapat makna Teguh Pendirian, Berani Salah Berani Bertanggung Jawab, Pantang Menyerah, Empati, dan Kesetiaan. Cerita ‘Malin Tembesu’ mengajarakan Tekat Belajar Yang Kuat, Keberanian Mengejar Impian, Ketahuidan dan Ajaran Islam, Cinta dan Pengorbanan-Janji dan Kesetiaan, Kekeluargaan dan Kerja Sama, dan Nilai-nilai Sastra Yang Tinggi.
‘Raden Matahir Raja Kumpeh’ mempertegas sikap yang Pantang Menyerah Kepada Penjajah, Kesatuan (Kebangsaan), Saling Menghargai Jasa Orang Lain, Keharmonisan Pemimpin dan Rakyat, Pengorbanan, Keyakinan Harapan, dan Impian (Motivasi). ‘Bujang Jambi’ menunjukkan semangat anak muda yang Cerdas dan Bijaksana, Menentang Penindasan dan Menegakkan Kebenaran. ‘Datuk Darah Putih’ mengedukasi masyarakat untuk Taat Pada Pemimpin, Keikhlasan dan doa, Semangat Juang. Dan masih banyak lagi.
Bukankah nilai-nilai yang ada pada cerita-cerita rakyat ini merupakan inti sari perekat persatuan dan kesatuan bangsa ini? Dulu, selain di sekolah, sebelum televisi bersarang di kamar tidur, bukankah anak-anak di negeri ini diperdengarkan cerita-cerita rakyat semacam ini? Itulah kemudian yang menjadi fondasi yang sangat kuat bagi anak untuk mencintai bangsa dan negaranya sendiri. Pesan-pesan moral dari cerita ini kemudian disampaikan dengan sangat baik. Sehingga, ajaran-ajaran itu telah terpatri sejak dini.
Kini apa pengantar tidur anak-anak negeri ini? Permainan-permainan yang diproduksi Barat, atau film-film kartun yang kerontang nilai dan ajaran. Mereka disuguhkan dengan permainan-permainan yang penuh kekerasan, permusuhan, iri, dengki, dendam kesumat, pembunuhan, perang dan lain sebagainya. Inilah yang tertanam dalam alam bawah sadar mereka sejak kecil. Resikonya, mereka tidak lagi mengenal kekayaan khasanah moyang mereka yang lembut dan penuh kearifan. Mereka kemudian tumbuh dengan nilai keberingasan, kehilangan penghargaan kepada orang lain, individualistik, tidak siap untuk berbeda, dan seterusnya.
Akhirnya, nilai-nilai yang terkandung di dalam berbagai kearifan local negeri ini adalah fondasi kuat sebagai perekat persatuan dan kesatuan bangsa. Kearifan local adalah salah satu alat pemersatu bangsa. Sayangnya, nilai-nilai itu kini telah diselimuti oleh kearifan ‘luar’ yang tidak arif. Tidak bermaksud untuk hidup di masa lalu, tapi apa yang baik darinya tidak salah pula untuk dilestarikan. Melestarikan kearifan local sama dengan menjaga keutuhan bangsa dan Negara ini.
#BNODOC10920042017
*Akademisi dan Pengamat Sosial Jambi
Discussion about this post