Oleh: Bahren Nurdin, MA
Pada bagian pertama dari artikel ini sudah dibahas bagaimana data yang menunjukkan bahwa wanita Indonesia saat ini masih berkubang dengan kegelapan pengedaran dan penggunaan narkoba. Tidak tanggung-tanggung 25,49% wanita Indonesia telah akrab dengan narkoba. Dampaknya tidak hanya pada dirinya, tapi juga generasi bangsa yang dilahirkan dari rahim mereka. Taruhannya adalah masa depan bangsa ini. Selanjutnya, pada artikel ini kita lihat kegelapan kekerasan yang menimpa mereka.
GELAPNYA DUNIA KEKERASAN
Perlawanan para Kartini abad ini masih berkutat pada kejahatan yang melanda diri mereka baik kekerasan fisik maupun non fisik. Dari tahun ketahun selalu saja terjadi peningkatan kekerasan terhadap wanita. Khusus di Provinsi Jambi, Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Provinsi Jambi menghimpun data yang menunjukkan di tahun 2012 hanya terdapat 54 kasus, sementara 2016 terjadi peningkatan hingga mencapai 65 kasus. Entah berapa lagi pada tahun 2017 ini, yang jelas hingga bulan April sudah tercatat 11 kasus. Paling tidak terdapat empat jenis kekerasan yang dialami yaitu, fisik, psikis, seksual dan penelantaran (Jambi Ekspres, 21/4/2017). Itu di Jambi, bagaimana di seluruh Indonesia? Dapat dipastikan lebih besar.
Kekerasan demi kekerasan ini tentu saja akan member dampak negatif terhadap kehidupan para wanita Indonesia. Kekerasan fisik yang dialaminya tidak jarang menciptakan cacat fisik seumur hidup bahkan berujung kematian. Kekerasan psikis telah pula menciptakan traumatik yang mendalam sepanjang hidup mereka. Mental mereka menjadi labil dan stress yang menyebabkan depresi dan kehilangan harga diri. Hidup mereka kemudian menjadi sangat tertekan dan tidak menentu.
TERBITLAH TERANG
Sebagaimana pesan R.A Kartini di atas, “Ikhtiar! Berjuanglah membebaskan diri” hingga keluar dari kegelapan tersebut. Para wanita Indonesia, nampaknya masih harus kerja keras berjuang hingga ‘terbitlah terang’ dalam kehidupan mereka di abad ini. Penjajah mereka memang tidak sama dengan R.A Kartini di zamannya, namun boleh jadi lebih ‘ganas’ dan menakutkan. Taruhannya adalah generasi bangsa yang terlahir dari rahim-rahim yang telah terjangkit narkotika dan jiwa-jiwa yang selalu terancam oleh berbagai kekerasan. Tentu, kita tidak ingin generasi kedepan adalah generasi yang sakau dan bringas!
Beberapa hal yang dapat dilakukan oleh kaum Kartini untuk keluar dari lembah kegelapan tersebut. Pertama, meningkatkan kualitas diri dengan dibekali ilmu pengetahuan (pendidikan) dan keterampilan hidup (skill). Itulah yang cita-cita mulia R.A Kartini. Kedua, berjuang keras untuk menjadi manusia mandiri di bidang ekonomi, sosial, dan politik. Artinya, para wanita harus mengurangi ketergantungannya kepada pihak mana pun termasuk kaum pria. Ketiga, perjuangan harus terorganisir dengan baik, maka mereka harus pula berhimpun dalam berbagai organisasi kemasyarakatan khususnya yang memperjuangkan hak-hak hidup mereka. Kelima, mereka harus membuka diri untuk melaporkan berbagai tindakan melawan hukum yang menimpa diri mereka. Dengan cara ini mereka akan terlindungi secara hukum.
Akhirnya, sinar belum sepenuhnya menerangi kehidupan wanita Indonesia. Kegelapan kejahatan narkoba dan kekerasan masih menyelimuti. Perjuangan harus terus dilanjutkan sampai masanya nanti ‘terbitlah terang’. Wanita yang merdeka akan melahirkan generasi bangsa yang cedas dan sehat jiwa raga. Selamat Hari Kartini.
#BNODOC11223042017
*Akademisi dan Pengamat Sosial Jambi
Discussion about this post