Kampungku Kini, Payah…
Batang Hari masih mengalir
Ke hilir hingga ke bibir Laut Selatan
Tapi kini tak lagi tenang
Tak lagi deras ke tepi
Budak-budak kecil tak lagi mandi kali
Karena sibuk menyaksikan lakon dari Jakarta
Menekan tombol-tombol buatan penjajah, Jepang
Play Station kata mereka, bukan gasing atau patuk lele
Zaman telah memutar semua langkah
Meninggalkan semua yang dianggap gabah
Adat kini telah lekang oleh panas
Budaya kini sudah lapuk karena hujan
Yang dianggap agung segala yang datang dari penjajah.
Kalian salah, payah…!
Pemimpin tidak lagi membawa tuah
Mereka busuk dan serakah
Di ujung mimbar pengadilan yang tak adil
Pemimpin korup baru saja dilepas
Karena palu pengdilan telah dibalut uang
Semangat pengecara dibungkus harga
Membara memperjuangkan angkara murka
Jubah hakim berjuntai budi dan upeti
Payah…!
Tawa ria memecah suka para terdakwa
”horeee kami bebas tak terbuki…
uang kami timbun hingga mati”
Tangis bengis tak berdaya di ujung rimba
Anak kampung lara tak sekola
Tak ada biaya, tak ada harta
Payah…
Kampungku kini, payah…
Telah menjadi puing-puing bangkai sejarah
Pemimpin serakah
Mengisap darah dan nanah
Orang kampung bermandi susah
Menanti ajal yang mendesah
Payah….!
Malaysia, 17 Desember 2008
(untuk 12 anggota DPRD Tebo yang diponis bebas)
Discussion about this post