Oleh: Bahren Nurdin, MA
Masa kampanye memasuki babak akhir. Sesuai jadwal yang ditetapkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) masa kampanye akan berakhir pada tanggal 11 Februari 2017. Setelahnya akan memasuki minggu tenang untuk menuju hari H pencoblosan tanggal 15 Februari 2017. Di ujung masa kampanye ini pula ternyata banyak dimanfaatkan oleh beberapa paslon untuk mengakan kampanye akbar.
Jika selama ini, para paslon yang aktif mendatangi masyarakat calon pemilih ‘door to door’, maka pada kampanye akbar ini dilakukan dengan mendatangkan sebanyak mungkin massa ke suatu tempat. Untuk menarik perhatian massa dan ‘menyedot’ kehadiran sebanyak mungkin orang, maka dipancinglah dengan mendatangkan artis ibu kota dan juru kampanye nasional yang merupakan para politisi nasional yang sering ‘nongol’ di televisi.
Mendatangkan artis ibu kota nampaknya masih menjadi trend tersendiri dalam pelaksanaan kampanye akbar, baik artis professional maupun artis yang juga menjelma menjadi politisi. Dengan kedatangan mereka, maka masyarakat pun berbondong-bondong menghadiri kampanye akbar yang dialaksanakan. Pertanyaannya sederhana, mereka datang sebagai pendukung pasangan calon atau penonton artis ibu kota yang ‘bergoyang’?
Hal ini menarik untuk dipertanyakan karena sering kali ‘bias’ dalam memaknai kedatangan massa tersebut. Banyak pasangan calon yang dengan bangganya menyatakan bahwa banyaknya mereka yang datang menghadiri kampenye akbar tersebut adalah menunjukkan banyaknya dukungan kepada pasangan calon. Belum tentu. Ini pelu kajian agar tidak sesederhana itu memahami kedatangan massa tersebut. Apa lagi, jika kedatangan mereka langsung dikaitkan dengan tanda-tanda kemenangan. Pasangan calon harus diingatkan bahwa massa yang datang itu terbagi menjadi dua golongan; golongan pendukung dan golongan penonton. Saya hanya khawatir yang hadir adalah penggemarnya artis bukan pendukungnya pasangan callon.
Secara kasat mata memang tidak bisa membedakan mana yang datang hanya ingin menonton (artis ibu kota) dan mana yang betul-betul memberi dukungan kepada pasangan calon. Mana yang ingin mendengarkan visi misi Sang Paslon, mana yang hanya ingin bergoyang dengan artis yang diundang.
Maka dari itu, pasangan calon jangan ‘GR’ (gede rasa) dulu ketika masa banyak yang datang menghadiri kampanye akbarnya. Dan sebaliknya, bagi pasangan calon yang tidak mendatangkan artis ibu kota juga tidak perlu berkecil hati, jika yang datang pada kampanye akbarnya tidak dihadiri banyak massa. Atau bahkan tidak melaksanakan kampanye akbar. ‘laa tahzan, ya akh’, jangan bersedih. Bisa saja para pendukung tidak hadir, tapi tetap setia sampai bilik suara.
Pada poin ini saya rasa kampanye akbar yang mendatangkan artis ibu kota sudah harus dievasluasi oleh KPU. Jangan-jangan mendatang kan masa dengan menghadirkan artis ibukuta, adalah salah satu bentuk pembodohan rakyat. Pelaksanaan Pemilukada kita harus semakin baik dan bermartabat. Perbaikan harus terus dilakukan. Maka, mengingat kampanye akbar menguras biaya yang sangat besar dengan mendatangkan artis ibu kota, juga menyebabkan cost politik yang tinggi, sudah seharusnya dikaji ulang kembali. Perlu atau tidak perlu. Sementara korelasinya terhadapa dukungan kepada pasangan calon tidak begitu nyata. Jangan sampai pula masyararakat menjadikan alasan memilih pasangan calon tertentu karena pasangan calon tersebut berana mengundang artis yang paing mahal dan yang paling ‘wah’.
Yang terjadi kemudian adalah ‘lomba’ artis. Pasangan calon mana yang paling ‘berani’ mendatangkan artis yang paling ‘atas’, paling mahal, paling sensasional, paling terkenal, bahkan yang paling erotis bergoyang. Esensi kampanye pun hilang ditelan euphoria dan hiruk pikuk musik juga goyangan artis di atas panggung. Jadilah demokrasi kita demokrasi hura-hura!
Akhirnya, artikel singkat ini ingin mengingatkan siapa saja bahwa perhelatan kampanye akbar yang dilakukan oleh pasangan calon dengan mendatangkan artis ibu kota belum bisa dijadikan barometer dukungan kepada pasangan calon tersebut. Mereka yang datang menonton belum tentu mendukung dan yang mendukung belum tentu menonton. Tidak perlu klaim sana sini yang hanya akan menimbulkan ketengan dan perpecahan. Keputusan mutlak tetap ada di bilik suara. Jadilah pemilih cerdas! #BNODOA40022017
*Akademisi dan Ketua Komunitas Peduli Pemilu dan Demokrasi [KOPIPEDE] Provinsi Jambi.
Discussion about this post