Oleh: Bahren Nurdin, MA
Artikel ringan ini akan membahas dua hal mengenai jilbab, yaitu hukum dan konsep (mindset). Hukum mengenakan jilbab saya rasa tidak perlu diperdebatkan di sini. Jika pun ada yang memperdebatkannya, biarlah mereka yang memiliki ilmu yang mumpuni. Tidak dipungkiri, akhir-akhir ini memang kita mengetahui adanya ‘perang buku’ antara Prof. Dr. Quraish Shihab dan Dr. Ahmad Zain An-Najah. Wajib dan tidak wajib. Saran saya, baca buku Quraish Shihab yang berjudul “Jilbab Pakaian Wanita Muslimah” dan baca pula buku Ahmad Zain yang berjudul “Jilbab Menurut Syariat; Meluruskan Pandangan Quraish Shihab”. Baca baik-baik dan dapatkan hikmahnya. Saya tidak sedang membahas perdebatan tersebut.
Sebagai orang awam, sederhananya, mengapa anda shalat? Karena ada perintah Allah dalam Al-Quran. Mengapa anda berpuasa pada bulan ramadhan? Karena Allah memerintahkannya dalam Al-Quran. Mengapa anda tidak memakai jilbab? Bukankah perintah Allah kepada kaum muslimah juga sangat jelas dalam Al-Quran? Perhatikan salah satu Firman Allah ini, “Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin, ‘Hendaklah mereka menjulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.’ Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenali, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Qs. Al-Ahzaab: 59).
Rasanya landasan hukumnya sudah sangat jelas lagi terang benderang. Dan masih ada beberapa ayat Al-Quran lagi yang menegaskan hal ini. Jikalah diperhatikan secara saksama beberapa kalimat di atas, sesungguhnya berjilbab itu untuk siapa? Untuk Allah? Untuk orang lain? Bukan, untuk yang mengenakannya sendiri. Keuntungan murni untuk mereka yang mamatuhi perintah Allah ini, yaitu ‘karena itu mereka tidak diganggu’.
Ini jaminan dari Allah. Kecuali anda memang tidak yakin dengan Allah. Ketidakyakinan itu pun akan merugikan diri anda sendiri. Disuruh untung tidak mau, ya terima saja kerugian. Tapi anehnya, ketika ‘rugi’ menghampiri malah yang disalahkan orang lain, atau bahkan dengan beraninya menyalahkan Allah. “Ya Allah, mengapa hidupku begini amat ya?” Hehe
Jika anda merasa berdosa dan meyakini bahwa Allah marah jika tidak shalat dan puasa karena kewajiban itu ada dalam Al-Quran, tapi mengapa ketika tidak berjilbab merasa aman-aman saja? Anehkan?
Keanehan inilah baru masuk wilayah konsep diri (mindset). Di sinilah letak keistimewaan manusia dibanding mahkluk lain. Manusia dibekali seperangkat alat pikir untuk menentukan pilihan; bertaqwa atau durhaka. Maka posisi manusia bisa lebih mulia dari malaikat atau lebih buruk dari binatang ternak. Sebagai penentu pilihan itu dikendalikan oleh pikir (mindset).
Faktanya, banyak orang yang benar-benar mengetahui hukum (baik hukum Allah maupun hukum buatan manusia), tapi masih melanggar hukum. Bahkan tidak jarang penegak hukum melanggar hukum! Mengapa? Karena mereka gagal menguasai alam pikir (mindset) atau belief system yang mereka miliki untuk tidak melanggar hukum tersebut. Tentu ada begitu banyak faktor yang mempengaruhi mengapa ini terjadi.
Salah satu faktor terbangunnya suatu konsep (belief system) dalam pikiran seseorang disebabkan oleh pengaruh lingkungan. Berjilbab, di Indonesia bukan merupakan sebuah ketabuan bagi seorang muslimah untuk tidak mengenakan jilbab karena lingkungannya begitu. Orang tidak merasa berdosa atau malu jika kesalahan itu dilakukan secara bersama-sama dan terus menerus. Ini juga disebut dengan kebenaran sosial. Tapi harus dicatat bahwa kebenaran semacam ini tidak akan pernah mengubah sesuatu yang ‘haq’ dari Allah. Tidak mengenakan jilbab, dosa!
Begitu juga dengan jilbab musiman dan situasional. Mengenakan jilbab jika musim-musim tertentu seperti bulan suci ramadhan, musim lebaran, dan perayaan-perayaan hari besar Islam. Ada juga yang situasional seperti pergi ke kantor, kuliah, ke masjid, ngelayat dan seterusnya. Tapi tidak perlu pake jilbab jika pergi ke mall, ke pesta, ke rumah teman dan seterusnya. Ini konsep yang terbangun dalam pikiran muslimah Indonesia yang seolah-olah menjadi kebenaran. Seolah-olah.
Sekali lagi, konsep (mindset) ini terbangun karena adanya kesalahan (dosa) yang dilakukan secara bersama-sama dan berulang-ulang yang kemudian dianggap menjadi kebenaran. Kebenaran palsu. Hukum Allah akan tetap berlaku!
Akhirnya, diperintahkan Allah untuk mengenakan jilbab bukan untuk orang lain atau untuk Allah, tapi untuk menyelamatkan dirmu sendiri baik di dunia maupun di akhirat. Berpegang teguhlah kepada kebenaran dari Allah bukan yang datang dari manusia, sekali pun orang banyak. Jilbabmu, untuk mu, ya ukhti.
#BNODOC14829052017
*Akademisi dan Pengamat Sosial Jambi
Discussion about this post