Wednesday, June 18 2025
Berilmu dan Beramal
  • PENGURUS
  • SAMBUTAN KETUA
  • SEJARAH
  • KONTAK
  • LEGALITAS
  • MISI, VISI & LOGO
  • BERITA
  • PENDIDIKAN
  • SANTUNAN
  • DONASI
  • MOTIVASI
  • INSPIRASI
  • PUBLIKASI
  • TRAINING CENTER
    • PENAWARAN
    • KEGIATAN
    • AGENDA
  • KREATIVITAS
    • CERPEN
    • PUISI
  • MATERI DAKWAH
  • PROFILE
  • BERITA
  • PENDIDIKAN
  • SANTUNAN
  • DONASI
  • MOTIVASI
  • INSPIRASI
  • PUBLIKASI
  • TRAINING CENTER
    • PENAWARAN
    • KEGIATAN
    • AGENDA
  • KREATIVITAS
    • CERPEN
    • PUISI
  • MATERI DAKWAH
  • PROFILE
Berilmu dan Beramal
No Result
View All Result

JANGAN ‘PAKSA’ MEREKA JADI KORUPTOR

19/10/2019
in MOTIVASI
A A
ShareTweetSendScan

Dari fakta persidangan yang diajukan oleh jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap salah seorang terdakwa pejabat Jambi terungkap bahwa salah satu kegunaan uang korupsi yang dimilikinya adalah untuk melunasi hutang-hutang saat Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada). Agaknya hal ini menarik untuk dicermati lebih mendalam. Ternyata ada korelasi yang sangat jelas antara cost politic yang selangit dengan tabi’at koruptif para pejabat.

Kajian ini tentu secara ilmiah perlu diuji menggunakan kaedah-kaedah akademik sehingga menjadi hipotesa yang dapat dipertanggungjawabkan. Namun, melalui artikel singkat ini saya hanya ingin bicara pada tataran sosial kemasyarakatan. Kasat mata dapat dilihat bahwa semakin besar biaya politik (cost) yang dikeluarkan oleh seseorang dalam mendapatkan jabatan tertentu maka semakin besar pula dorongan mereka untuk melakukan tindak pidana korupsi.

Artikel Terkait

PEMILIHAN REKTOR UIN STS JAMBI: Saatnya Menjadi Akademisi Sejati

27/07/2023

ANDA JUGA KORBAN NARKOBA: FENOMENA GUNUNG ES

26/10/2021

COVID 19: SAATNYA INGAT MATI

04/08/2021

NILAI-NILAI QURBAN

04/08/2021

Lebih-lebih jika yang mereka pakai adalah hukum dagang; untung rugi. Semakin besar modal yang dikeluarkan maka (harus) semakin jumbo pula untung yang hendak diperoleh. Dagang sapi!

Tentu hal ini tidak berlaku untuk semua orang. Ada juga yang kaya, tetap korupsi. Ada pula yang habis uang banyak tapi tidak korupsi. Ada yang tidak keluar uang banyak alias modal tipis, malah duluan ditangkap KPK juga. Jadi tulisan ini pun tidak bermaksud menyamaratakan. Jika ada yang tersinggung, berarti merasa! Saya hanya memotret fenomena yang terjadi secara umum.

Bagi mereka yang sekarang sedang berurusan dengan KPK, ya sudahlah. Kita beri kesempatan seluas-luasnya untuk menyelesaikan apa yang sudah mereka mulai sendiri. Kita sebagai masyarakat sebaiknya terus bergerak dengan optimisme yang menggelora untuk mengahadapi masa depan.

Ke depan akan ada perhelatan besar dalam menentukan para pejabat di negara ini dari Pilpres, DPRI, DPDRI, hingga DPRD Provinsi dan Kabupaten/Kota. Ini yang perlu kita rumuskan bersama.

Dari pengalaman yang ada bahwa ‘semakin tinggi cost politic yang dikeluarkan, akan menciptakan kecenderungan pejabat untuk korupsi’ maka saatnya kita mengkaji ‘hulu’nya cost tersebut. Apa mata anggaran terbesar bagi seorang calon presiden, gubernur, bupati/walikota, kades, dan caleg?  Sudah dapat dipastikan jawabannya adalah biaya sosialisasi ke masyarakat (dari proposal kegiatan hingga spanduk, flyer dan baliho) termasuk di dalamnya bagi-bagi ‘amplop’ (money politic). Mereka tanam ‘modal’ duluan.

Jika begitu, secara sederhana, jika ditarik garis lurus, masyarakatlah yang membuat para pejabat menjadi koruptor. Budaya meminta masyarakat memaksa mereka ubtuk mengeluarkan biaya besar. Artinya, selagi pola pikir masyarakat masih ‘morotin’ nereka dan ‘budaya amplop’ belum berubah, selama itu pulalah bangsa ini akan dipenuhi oleh pejabat-pejabat koruptif.

Maka harus ada pemahaman bersama bahwa hulunya adalah masyarakat sendiri. Masyarakat kemudian memegang peran strategis untuk merubah budaya koruptif para pejabat yang terpilih dengan mengurangi cost politic yang harus mereka keluarkan. Hubugan yang dibangun antara calon dan masyarakat tidak boleh transaksional tetapi sudah harus bersifat tawaran-tawan visi, misi dan program. Jualan komitmen dan integritas.

Jika cara ini diterapkan maka, para calon tidak harus mengeluarkan biaya politik yang besar. Jika biaya politik tidak besar, paling tidak masyarakat telah ikut serta mengurangi alasan para pejabat untuk korupsi. Mereka tidak perlu berpikir terlalu keras untuk mengembalikan ‘modal’ yang dihabiskan.

Akhirnya, budaya koruptif pejabat bangsa ini baik secara langsung maupun tidak langsung juga dipengaruhi oleh ‘budaya amplop’ masyarakat yang membuat para calon harus mengeluarkan biaya besar untuk mendapatkan posisi sebagai pejabat negara baik di legislatif maupun di eksekutif. Maka dari itu, dapat dipastikan bahwa biaya sosialisasi yang terlalu tinggi ditambah budaya money politic’ telah ‘memaksa’ para pejabat untuk menjadi koruptor.  Mari berubah!

Next Post

GADGETKU GURUKU, REPOSITIONING PERAN GURU (1)

GADGETKU GURUKU, REPOSITIONING PERAN GURU (2)

#2019PEMILUDAMAI; IKHTIAR BERSAMA UNTUK BANGSA

Discussion about this post

About Me

Horrison Rose

Passionate Blogger

Hello & welcome to my blog! My name is Mocha Rose and I'm a 20-year-old independent blogger with a passion for sharing about fashion and lifestyle.

Instagram

    Please install/update and activate JNews Instagram plugin.

Popular

Jambi kehilangan Tokoh Kharismatik.

1 year ago

IDUL FITRI: Kembali Menyatu Pasca Pemilu

1 year ago

HARI GINI MASIH ABS?: BANGUNLAH ‘SUPER TEAM’

1 year ago

Tanggapan Pers:

1 year ago
Berilmu dan Beramal

© 2019 Yaqin - Komplek Bahri Makmur Blok J, No 6, RT 22/03, Jaluko – Muaro Jambi – Jambi – Indonesia. Kode Pos 36361. Developed by Ara.

  • Disclaimer
  • Kontak
  • Legalitas
  • Misi, Misi & Logo
  • Pedoman
  • Pengurus
  • Sambutan Ketua
  • Sejarah

Ikuti Kami

No Result
View All Result
  • BERITA
  • PENDIDIKAN
  • SANTUNAN
  • DONASI
  • MOTIVASI
  • INSPIRASI
  • PUBLIKASI
  • TRAINING CENTER
    • PENAWARAN
    • KEGIATAN
    • AGENDA
  • KREATIVITAS
    • CERPEN
    • PUISI
  • MATERI DAKWAH
  • PROFILE