Kita diciptakan oleh Allah tidak disuruh bekerja. Gak percaya, coba fahami baik-baik ayat Al Qur’an berikut ini, “Dan tidaklah Aku ciptakan Jin dan Manusia kecuali untuk beribadah kepadaku” (Q.S adz-Dzaariyaat ayat 56). Ayat ini sangat jelas dan tidak perlu menggunakan metode tafsir rumit untuk memahaminya.
Cukup fahami kata ‘kecuali’ sebagai kata kuncinya. Artinya, sesuatu tidak terjadi jika ‘kecuali’nya tidak terjadi. Ada syarat mutlak yang harus berlaku untuk membuat sesuatu itu terjadi. Dalam konteks ini, manusia dan jin itu tidak dijadikan Allah kecuali untuk menyembah kepada-Nya. Titik!
Lantas bagaimana dengan bekerja dan aktivitas-aktivitas kehidupan sehari-hari? Apakah kita hanya diminta oleh Allah untuk shalat sepanjang waktu? Tidak boleh mengerjakan yang lain?
Melalui artikel singkat ini saya ingin berbicara konsep bekerja dan ibadah secara sederhana. Dalam berbagai seminar saya masih sering menemui pemikiran-pemikiran yang ‘membenturkan’ antara ‘ibadah’ dan ‘bekerja’.
Maka mari berbicara konsep. Surah Adz-Dzaariyaat ayat 56 ini tidak boleh diganggu gugat. Dan tidak ada pilihan lain. Kita semua yang hidup saat ini memang ‘hanya’ diminta mengabdi kepada Allah. Maka jika demikian, bukan Ayat ini yang harus kita ‘otak-atik’ tetapi adalah bagaimana menjadikan seluruh aktivitas (termasuk bekerja) sebagai cara kita mengabdi kepada Allah.
Bagaimana caranya? Tentu ada syarat dan ketentuan agar seluruh aktivitas kita (yang baik) bernilai ibadah kepada Allah untuk memenuhi perintah Allah melalui Surath Adz-Dzaariyaat ayat 56 ini.
Saya menyebutnya converter (alat/tools untuk mengubah sesuatu menjadi sesuatu yang lain). Aktivitas ini disebut oleh Kamus Besar Bahasa Indonesia sebagai konversi dengan arti ‘perubahan dari satu bentuk (rupa, dan sebagainya) ke bentuk (rupa, dan sebagainya) yang lain’.
Apa alat konversinya? Menurut saya minimal ada dua alat yang dapat mengkonversi bekerja (dan akvitas keseharian) kita menjadi ibadah dan mengabdi kepada Allah.
Pertama, niat. Rosulullah bersabda “Amal itu tergantung niatnya, dan seseorang hanya mendapatkan sesuai niatnya”. (HR. Bukhari, Muslim, dan empat imam Ahli Hadits). Haditz ini tentu sangat popular bagi ummat Islam namun terkadang sering abai akan fungsinya yang dahsyat.
Bedanya sangat besar sekali. Coba lihat, anda bekerja setiap hari. Jika niatnya bukan karena Allah, maka anda hanya akan menjalankan rutinitas tanpa produktivitas (amal). Jika niatnya karena Allah, dapatnya berlipat ganda. Tidak hanya dapat gaji (rejeki dunia) tapi juga sebagai amal ibadah kepada Allah. Ayok, mulai memulai aktivitas dengan niat yang benar karena Allah. Jangan karena yang lain.
Jadi, niatlah yang menjadi penentu nilai dari sebuah perbuatan. Maka dalam konsep beribadah dan bekerja menjadi sejalan jika niatnya benar. Bahwa, bekerja itu sendiri adalah beribadah sebagaimana perintah Allah pada Surah Adz-Dzaariyaat ayat 56 jika niatnya beribadah untuk Allah. Dan sebaliknya, shalat sekalipun (dan aktivitas wajib seperti puasa, zakat, haji, dll) jika niatnya bukan karena Allah, jangan-jangan tidak dihitung oleh Allah sebagai ibadah.
Kedua, bismillah (Bismillahirrahmanirrahim). Kalimat ini juga merupakan salah satu alat konversi seluruh aktvitas kebaikan kita menjadi amal ibadah kepada Allah. Jika mengawali seluruh aktivitas dengan ”Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang“ dapat dipastikan kegiatan tersebut ‘mangatasnamakan-Nya’ bukan atas karena yang lain. Segala sesuatu yang dilakukan karena-Nya, in sya Allah akan menjadi ibadah. Maka, dengan ini terpenuhilah pula perintah Allah dalami Surah Adz-Dzaariyaat ayat 56 ini.
Akhirnya, Ingat, kita hanya diperintah Allah untuk mengabdi kepada-Nya, bukan bekerja. Maka, kita harus mengkonversi bekerja menjadi ibadah. Paling tidak dengan dua cara, niatnya harus karena Allah dan lakukkan atas nama Allah. Dengan cara ini, insya Allah kita telah memenuhi perintah Allah ‘untuk beribadah kepadaku’. Amin.
Penulis: Bahren Nurdin (Akademisi UIN STS Jambi. 12/01/2020)
Discussion about this post