Oleh; Bahren Nurdin, MA
Berapa harga skripsi Anda? Pasti anda akan jawab “tak ternilai”. ‘Lebay’!
Saya menulis artikel ini dalam rangka menanggapi berita yang diangkat oleh Tribun Jambi (20/2/2017) bahwa ada salah satu perguruan tinggi di Jambi yang menjual skripsi mahasiswanya ke tukang loak (jual beli barang bekas). Beberapa alumni yang merasa skripsinya diperjual belikan merasa ‘dirugikan’ dan melayangkan protes kepada pihak kampus. Pihak kampus pun memberikan klarifikasi bahwa skripsi itu tidak di jual tapi ‘dipindah’ kan saja. Silahkan diselesaikan dengan baik.
Kamus Besar Bahasa Indonesia memberikan definisi skripsi sebagai ‘karangan ilmiah yang wajib ditulis oleh mahasiswa sebagai bagian dari persyaratan akhir pendidikan akademisnya.’ Itu artinya, tidak ada satu orang sarjana pun di Indonesia yang tidak memiliki pengalaman menulis skripsi. Kata ‘wajib’ menunjukkan keharusan bagi setiap orang.
Seberapa berharga? Paling tidak, ada dua hal yang menentukan ‘harga’ sebuah skripsi. Pertama, isinya. Skripsi adalah karya ilmiah yang merupakan ‘laporan’ penelitian yang dilakukan oleh seorang mahasiswa yang kemudian diujikan di hadapan para dosen penguji. Mahasiswa melakukan penelitian baik penelitian pustaka maupun penelitian lapangan sesuai tema yang diangkat. Hal ini sangat bergantung pada jurusan atau keilmuan masing-masing.
Laporan yang ditulis harus memenuhi kaedah-kaedah penulisan ilmiah yang baku. Dengan dibimbing oleh dosen pembimbing skripsi, mahasiswa akan melakukan penelitian dan kemudian menuliskannya sebagai tugas pemungkas untuk mendapatkan gelar sarjana. Tidak dapat di pungkiri, ada skripsi yang isinya bagus luar biasa, ada pula yang ‘asal’ jadi.
Isi yang bagus dalam artian isu yang dijadikan penelitian tersebut menarik dan secara ilmiah dapat dipertanggungjawabkan. Banyak skripsi-skripsi mahasiswa yang kemudian menjadi rujukan di dunia akademis. Tidak jarang pula, temuan-temuan dalam skripsi menjadi temuan baru dan dikembangkan menjadi ilmu pengetahuan yang dirujuk oleh banyak orang. Ada juga yang dicetak menjadi buku, dan bukunya ‘best selling’.Okelah pokoknya.
Kedua, prosesnya. ‘Harga’ sebuah skripsi juga ditentukan oleh prosesnya. Isinya biasa saja. Standar bangat, malah. Isu yang diangkat juga tidak sesuatu yang ‘wow’. Tapi, prosesnya yang ‘berliku’ dan penuh perjuangan membuat sebuah skripsi memiliki nilai yang tak terhingga.Setuju?
Masing-masing orang dapat dipastikan memiliki cerita ‘unik’ dalam menulis skripsi. Biasanya, sekian banyak cerita unik tersebut lebih bersifat non akademis. Beberapa persoalan non akademis yang sering muncul adalah melawan rasa malas (melawan diri sendiri), sulitnya menemui pembimbing, pembimbing yang ‘killer’, pembimbing yang suka ‘corat-coret’, sulitnya mencari buku referensi, godaan teman yang selalu mengajak keluyuran, dan lain sebagainya.
Mengerjakan skripsi itu hal utama yang dihadapi adalah melawan diri sendiri. Ada seorang mahasiswa pintar yang bisa menyelesaikan mata kuliahnya hanya dalam waktu tiga tahun dengan hasil yang sangat baik. Tapi ketika menulis skripsi malah menghabiskan waktu empat tahun. Menyelesaikan study S1 selama tujuh tahun. Mengapa? Sewaktu menulis skripsi tidak ada ‘paksaan’ dari pihak mana pun kecuali diri sendiri. Pihak luar seperti dosen pembimbing, orang tua, sahabat, adik/kakak, dan lain-lain hanya berfungsi sebagai pendukung. Tukang ‘sorak’. Aktor utamanya adalah anda sendiri. Gagal melawan diri sendiri, cap ‘mapala’ (mahasiswa paling lama) akan disematkan.
Hal lain yang membuat sebuah skripsi menjadi begitu ‘mahal’ prosesnya adalah ketika mampu melewati ‘konflik’ dengan dosen pembimbing. Masing-masing dosen pembimbing memiliki caranya sendiri dalam melakukan bimbingan terhadap mahasiswanya. Cara-cara ini kemudian terkadang tidak dipahami oleh seorang mahasiswa yang sedang dibimbing sehingga menimbulkan ‘konflik’. Mahasiswa terkadang lupa bahwa tidak ada satu orang dosen pun yang ingin ‘menganiaya’ anak didiknya sendiri. Apa pun cara yang ditempuh, sudah dipastikan itu untuk kebaikan. Menyatukan hal ini yang terkadang penuh perjuangan.
Banyak lagi lika-liku yang harus ditempuh oleh seorang mahasiswa hingga akhirnya menghasilkan sebuah karya ilmiah bernama skripsi yang menghantarkan toga di kepala. Tidak jarang pula, sebuah skripsi harus disiram air mata perjuangan.Baper!
Jadi wajar, para alumni marah jika karya ‘kramat’ mereka dijual ketukang loak. Jangan-jangan itulah satu-satunya karya ilmiah terhebat selama hidup mereka.
Akhirnya, skripsi boleh jadi ‘hanya’ syarat adminstratif kelulusan bagi sebagian orang, tapi ada juga yang lebih berharga dari nyawanya sendiri. Skripsi tidak hanya rangkuman kata-kata tapi himpunan semua rasa; sedih, senang, tangis, bahagia, haru, marah, dan…. (isi sendiri). Saatnya menghargai ‘harga’ sebuah karya.
#BNODOC51022017
*Akademisitinggal di Jambi
Discussion about this post