Pernahkah anda datang ke Desa Paseban? Jika belum, sebaiknya anda mulai merencanakannya dari sekarang. Desa Paseban adalah salah satu desa yang terdapat di Kecamatan VII Koto Ilir, Kabupaten Tebo, Provinsi Jambi. Sebuah desa yang kini mulai menggeliat dengan berbagai kegiatan sosial budaya kemasyarakatan nan mempesona.
Baru-baru ini, Desa Paseban sukses mendatangkan ribuan orang untuk menyaksikan Pacu Perahu Tradisional di Sungai Batang Hari yang mengalir indah melintas desa ini. Tepuk tangan riuh menyiratkan betapa kegiatan ini telah menjadi hiburan unik bagi para penonton. Penonton yang hadir tidak hanya berasasal dari desa sekitar tapi dari berbagai penjuru Kabupaten Tebo. Begitu pula para pesarta yang ikut bertanding, hadir dari berbagai daerah. Pacu Perahu Tradisional ini agaknya akan menjadi agenda tahunan yang akan selalu ditunggu-tunggu oleh siapa saja. Desa Paseban akan semakin dikenang.
Tidak hanya sekedar olah raga dan hiburan (entertainment), pacu perahu ini sesungguhnya banyak memberikan pengajaran (insert learning) kepada kita semua. Banyak nilai-nilai kearifan lokal (local wisdom) yang terkandung di dalamnya. Pertama, pentingnya persatuan dan kesatuan. Paling tidak terdapat enam orang dalam satu tim. Masing-masing orang dibekali satu pendayung. Sesungguhnya setiap orang bebas menentukan kemana ia harus mendayung karena otoritas penggunaan pendayung ada pada dirinya sendiri. Namun tidak demikian, perahu dipastikan tidak akan jalan jika masing-masing orang mengikuti maunya sendiri. Perahu bisa meluncur bahkan melaju kencang jika masing-masing orang bersatu padu. Kesatuanlah yang menjadi fondasi utama untuk membuat perahu berlayar dengan kencang. Kompak adalah mantera ajaib kunci sukses kemenangan.
Orang-orang Desa Paseban, agaknya sudah faham betul akan hal ini. Meraka yang akrab dengan perahu untuk ‘melayang lintang’ di sungai Batang Hari itu, menyadari kesatuan menjadi roh kehidupan kampung ini. lihatlah sejarah, belum pernah terdengar ada ‘perang’ antar dusun atau antar desa oleh Orang Paseban. Mereka sangat cinta damai dan mengedepankan musyawarah. Adat isti adat menjadi panglima di desa ini. Hidup rukun, damai, dan saling menghormati.
Kedua, kesatuan visi. Pacu perahu ini mengajarkan kepada siapa saja untuk menentukan satu tujuan (visi) yaitu garis finish. Secara berjamaah menghadap ke garis yang sama. Tidak mungkin perahu akan jalan dengan baik jika ada salah satu anggota saja yang mendayung dengan arah yang berlawanan. Kesatuan visi dan misi menjadi penting untuk tercapainya keinginan bersama. Maka pepatah adat desa ini mengatakan “jangan sampai kito biduk-sebiduk, selantai idak’. Ini artinya jangan sampai kita pada perahu yang sama, tapi tujuan berbeda. Jika kita sepakat untuk setu perahu, maka harus pula satu tujuan dan arah mendayung (misi) yang sama.
Ketiga, saling mendukung. Keberadaan para penonton tidak mungkin bisa diabaikan. Jika ada enam peserta dalam satu tim yang berlomba maka ada pemain ke tujuh yaitu penonton. Fungsi penonton tentu saja tidak hanya sekedar menonton tapi memeberikan dukungan kepada para peserta yang sedang bertanding. Inilah kearifan lokal yang harus terus lestari; ‘tidak lekang oleh panas dan tidak lapuk oleh hujan’. Masyarakat harus terus bahu membahu untuk mendukung orang-orang yang sedang berjuang untuk mengukir prestasi.
Ada begitu banyak pengajaran-pengajaran lain yang dapat dipetik dari kegiatan ini. Jauh dari itu, berharap akan lahir atlet-atlet dayung professional dari desa ini. Akhirnya, sebagai budak Paseban, saya mengucapkan Selamat Datang ke Desa Paseban. Dengan suka cita kami menyambut Bapak, Ibu dan Saudara semua, ‘Kok kecik telapak tangan, niru kami tadahkan. Kecik niru, halaman kami bentangkan’. Ingat, di desa kami, anda bisa ‘naik sepeda dalam kolam dan tiap hari boleh makan paku’. Buktikan sendiri..!
Discussion about this post