Perhelatan penetapan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Jambi untuk tahun 2009 telah berlalu yang dilaksanakan pada tanggal 3 Desember 2008. Dewan Perwkilan Rakyat Deaerah (DPRD) Provinsi Jambi telah mengetok palu dengan menetapkan besaran duit belanja Provinsi Jambi sebesar Rp. 1.721 triliun. Angka ini mengalami kenaikan sampai dengan 20,4 % dibandingkan dengan tahun 2008 yang hanya sebesar Rp. 1.429 triliun. Jumlah ini menunjukkan angka yang sangat signifikan sebagai salah satu syarat untuk membangun provinsi Sepucuk Jambi Sembilan Lurah tercinta ini ke arah yang lebih baik. Tentunya ini merupakan harapan kita semua sebagai masyarakat awam yang merindukan perbaikan demi perbaikan.
Duit sebesar satu triliun koma tujuh ini kemudian dibagi-bagi sesuai ”permintaan” dinas yang ada di dalam struktur pemerintahan Provinsi Jambi. Maka ketok palu Ketua DPRD Provinsi Jambi, H. Zoerman Manaf tersebut telah pula menetapkan bahwa Dinas Pemukiman dan Sarana Wilayah (Kimpraswil) mendapat ”bagian” terbesar yaitu sebesar Rp. 368.046 miliar, dan diikuti oleh Dinas Pendidikan yang memperoleh ”jatah” sebesar Rp. 305. 587 miliar. Dilihat dari jumlahnya inilah sebuah nominal yang fantastis dan sangat mengembirakan kita semua. Namun, bagaimana dengan realisasi penggunaanya?
Berangkat dari pertanyaan singkat tersebut, melalui tulisan ini, penulis mencoba menerawang penggunaan anggaran Dinas Pendidikan. Bagaimana sesungguhnya realisasi alokasi dana sebesar Rp. 305. 587 miliar tesebut mampu menjadi ”daya tarik” untuk meningkatkan penyelenggaraan pendidikan di Provinsi Jambi. Sebelumnya, penulis ingin menyampaikan apresiasi kepada Provinsi Jambi yang telah dengan segala daya upaya mencoba meningkatkan anggaran pendidikan. Namun dari pada itu, tidak dapat dipungkiri bahwa jumlah (quantitas) anggaran belumlah bisa kita jadikan barometer keberhasilan pendidikan di Provinsi Jambi, akurasi pemanfaatannyalah yang menjadi tantangan besar bagi semua steakholder yang ada. Hal ini sudah dicoba oleh DPRD pada penetapan APBD tahun ini untuk memberikan warning kepada pemerintah (eksekutif) sebagai pemakai anggaran agar memperketat pengawasan penggunaan uang negara tersebut supaya tidak terjadinya ”kebocoran” di sana sini.
Agaknya pepatah kuno orang Jambi yang mengatakan ”ambik contoh pada yang sudah, ambik tuah pada yang menang” tepat untuk dipasangkan pada wacana ini. Melihat kembali kebelakang pengelolaan anggaran pendidikan selalu menuai masalah dangan segala persoalannya. Terkadang masyarakat hanya bisa mengurut dada kecewa ketika melihat persoalan-persoalan pendidikan seperti demo guru karena gaji yang tidak dibayar, pengadaan buku dan peralatan sekolah yang penuh manipulasi dan korupsi, pembangunan gedung sekolah yang asal jadi karena duitnya sudah disunat sana sunat sini, dan lain sebagainya. Paling tidak inilah contoh-contoh buruk dari penyelenggaraan pendidikan kita selama ini. Akankah contoh-contoh buruk ini kembali terulang dalam pemanfaatan anggaran pendidikan kita tahun 2009 ini? Artinya, kalau jelek jangan dicontoh, kalau kalah jangan diambil tuhanya.
Mari kita lihat gambaran berikut. Anggaran sebesar Rp. 305.587 miliar ini merupakan ’Itikat baik Provinsi Jambi untuk mencapai anggaran pendidikan 20 % dari APBD sebagaimana diamanatkan oleh negara, walaupun realnya baru mencapai 19,5%. Sekali lagi kita mengapresiasi pencapaian ini. Uang ini kemudian sudah pula diperuntukkan dalam beberapa sekala penggunaan melalui program-program yang telah disusun oleh pemerintah. Program pelayanan administrasi perkantoran Rp 7.319.830.000, Program pendidikan anak usia dini Rp 10.230.475.000, Program wajib belajar 9 tahun Rp 114. 903.768, Program pendidikan luar biasa Rp 5.132.800.000, Program pendidikan luar sekolah Rp 13. 224. 000.000, Program manajemen pelayanan pendidikan Rp 25.600.000.000, dan Program sekolah menengah Rp 88. 469.110.000. Jumlah Rp 305.587.853.000. (jika terdapat kesalahan penulisan angka-angka ini mohon dikoreksi). Lantas apa yang dapat kita petik dari angka-angka miliaran rupiah ini?
Harapan masyarakat terhadap angka-angka ini tentunya adalah bahwa besaran angka ini akan berbanding lurus dengan peningkatan penyelenggaraan dan mutu pendidikan di Provinsi Jambi. Dengan anggaran ini maka akan ada sekolah yang tidak reot tapi nyaman dengan segala perlengkapan lab dan sarana belajar lainnya, spp yang ringan (kalau perlu gratis sampai dengan level pendidikan menengah atas), guru yang tidak lagi perlu mencari pendapatan tambahan sebagai tukang ojek atau penyadap karet, beasiswa diberikan kepada mahasiswa-mahasiswa S2 dan S3, dan seterusnya. Inilah paling tidak harapan-harapan yang tersirat dari angka-angka tersebut. Namun agaknya tidak berlebihan jika penulis sedikit pesimis angka-angka ini akan memenuhi harapan masyarakat tersebut.
Sebagai contoh kecil, secara kasat mata hal ini dapat dilihat dan dianalisa. Hanya peruntukan pada program sekolah menengah sejumlah Rp. 88. 469.110.000 yang lebih memungkinkan untuk pembangunan sarana sekolah (gedung dan lain sebagainya). Sementara itu, program-proglam lain sudah dapat dipastikan merupakan proyek pengadaan peralatan sekolah, bahan ajar, pelatihan guru, studi banding, dan anggaran untuk pengadaan kendaraan dan perjalanan dinas. Program-program seperti ini tentunya juga merupakan program untuk meningkatkan pendidikan itu sendiri, namun pesimisme yang muncul kemudaian adalah bahwa program-program ini sering kali “dimanfaatkan” oleh oknum-oknum tertentu untuk melakukan penyelewengan terhadap duit negara. Hasilnya adalah uang yang berjumlah besar itu menguap entah kemana. Entah masuk ke kantong siapa dengan segala cara. Jika ini terjadi tentu sangat kita sayangkan.
Inilah kemudian yang penulis sebut dengan fatamorgana. Fatamorgana itu kita dapati di jalan raya ketika panas terik kita melihat dari jauh ada genangan air, namun ketika kita sampai di tempat yang dituju semua nihil alias tidak ada apa apa. Ini yang sering terjadi pada anggaran pendidikan kita salama ini. Dari jauh kita melihat betapa besar jumlah yang diperuntukkan, namun bila kita melihat dari dekat ternyata duit yang besar itu telah menghilang entah ke mana. Mungkin sudah dibagi-bagi atau dihambur-hamburkan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab. Dan pendidikan kita tetap jalan di tempat. Haruskah hal-hal ini terjadi dan terjadi lagi?
Di sinilah letak peran dan fungsi kita masing-masing. DPRD, LSM, media massa, dan maysarakat juga steakholder lainnya harus memberikan control yang baik, walaupun sebenarnya control masyarakat diyakini sangat lemah (powerless) berhadapan dengan penguasa. Pemerintah (eksekutif) memperbaiki diri (kinerja) dengan membelanjakan duit negara tersebut sesuai dengan apa yang semestinya (sesuai uu atau perda). Terbersit asa yang membara agar pendidikan kita semakin baik dan mampu bersaing dengan provinsi lain bahkan luar negeri. Kita harus juga ingat bahwa pendidikan kita banyak tertinggal dengan pendidikan provinsi lain, apa lagi negara lain. Anggaran yang besar ini jangan sampai bak fatamorgana yang mengecewakan kita semua.
Note: Tulisan ini dimuat di Koran Media Jambi pada tanggal 13 Feb 2009
Discussion about this post