Oleh: Bahren Nurdin, MA
Gelombang massa terjadi di beberapa daerah di Indonesia mengiringi rapat pleno Komisi Pemilihan Umum (KPU) dalam penghitungan dan penetapan perolehan suara Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2017. Dari tiga kapupaten yang melaksanakan perhelatan Pilkada di Provinsi Jambi, Kabupaten Tebo nampaknya yang paling ‘panas’. Ribuan massa turun kejalan. Bentrok antar pendemo dan pihak keamanan tak terelakkan. Jalan diblokir. Ban bekas dibakar. Korban pun berjatuhan.
Negara kita adalah Negara hukum. Hukum dijadikan hakim pemutus segala perkara yang terjadi di republik ini. Hukum menjadi panglima penentu kebenaran dan penegak keadilan. Maka, untuk menanggapi terjadinya demo terhadap keputusan KPU terhadap pelakasanaan Pilkada ini, saya selalu menegaskan dua hal. Pertama, dengarkan rakyat. Kedua, tegakkan hukum.
Dua hal ini menjadi sangat penting untuk diperhatikan untuk mengakomodir semua kepentingan. Demonstrasi (demo) yang dilakukan oleh massa tentunya telah dilindungi undang-undang selagi mengikuti segala aturan yang berlaku. Rakyat negeri ini memiliki hak bersuara menyampaikan pendapat. Kata kuncinya, ikuti mekanisme yang sudah ditetapkan oleh Negara.
Perlu diperhatikan, masyarakat juga tidak bisa menyampaikan aspirasi dengan ‘seenaknya’ sendiri. Ikuti aturan main yang sudah dibuat oleh Negara. Anarkisme, vandalisme, mencaci, memaki, dan lain sebagainya yang destruktif bukan bagian dari cara menyampaikan pendapat. Sudah pula diatur oleh undang-undang, siapa pun yang melakukan semua ‘kejahatan’ itu pada saat menyampaikan aspirasinya, maka akan dihadapkan dengan perkara hukum.
Demo merupakan cara yang ditempuh oleh rakyat untuk ‘curhat’ masal. Rakyat menyampaikan keluh kesah yang mereka rasakan. Itu artinya, para pihak yang terlibat tidak boleh abai atas suara rakyat. Pepatah lama mengatakan ‘tidak ada asap jika tidak ada api’. Tidak perlu pula menunggu ‘apinya’ besar baru dipadamkan. Keluhan-keluhan yang disampaikan harus direspon dengan cepat dan baik.
Respon terbaik yang dapat diberikan adalah dengan menegakkan hukum dan kebenaran sehingga dapat memberikan rasa keadilan terhadap setiap nyawa yang hidup di Bumi Pertiwi ini. Untuk penegakan hukum itu tentunya diperlukan bukti dan data-data yang dapat dipertanggungjawabkan di muka hukum. Maka masyarakat yang merasa dirugikan, atau merasa tidak mendapatkan keadilan dalam pelaksanaan Pilkada ini, saatnya melakukan gugatan di muka hukum dengan jalur yang telah ditentukan.
Kewenangan pemutus perkara Pilkada ada di meja Mahkamah Konstitusi (MK). Ketok palu hakim-hakim yang ada di MK akan memutuskan perkara apa pun yang berkaitan dengan Pilkada. Siapa pun memiliki hak yang sama untuk meminta keadilan di mahkamah ini. Tentunya, di mata hukum, kecurangan baru akan disebut kejahatan ketika dapat dibuktikan secara hukum dengan bukti-bukti yang dapat dipertanggungjawabkan.
Itu artinya, semua pihak yang terlibat dalam pelaksanaan Pilkada ini harus sama-sama berada pada koridor hukum yang ada. Penegakan hukum harus dalam rangka mencapai rasa keadilan bagi masyarakat. Harus diingat pula, kekacauan, keributan, dan tidak akan pernah menyelesaikan perkara dan dapat dipastikan akan merugikan banyak pihak, termasuk mayarakat sendiri.
Akhirnya, artikel ini sangat normatif yang sipatnya penyampaian opini ketengah masyarakat. Saya hanya ingin menyampaikan, demonstrasi yang dilakukan oleh masyarakat harus dihormati dan didengarkan oleh pihak-pihak yang berwenang agar tidak menimbulkan kekecewaan dan kemarahan masyarakat. Responter baik adalah penegakan hukum yang adil dan beribawa. Jika ini sudah ‘sehati’ maka dapat dipastikan ‘tidak ada dusta di antara kita’.
#BNODOC53022017
*Akademisi dan Ketua Komunitas Peduli Pemilu dan Demokrasi [KOPIPEDE] Provinsi Jambi
Discussion about this post