Sebagaimana diatur di dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, Dan Walikota Menjadi Undang-Undang, Pasal 65 ayat 1 menyebutkan Kampanye dapat dilaksanakan melalui
a. pertemuan terbatas; b. pertemuan tatap muka dan dialog; c. debat publik/debat terbuka antar pasangan calon; d. penyebaran bahan Kampanye kepada umum; e. pemasangan alat peraga; f. iklan media massa cetak dan media massa elektronik; dan/atau g. kegiatan lain yang tidak melanggar larangan Kampanye dan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Tujuan dari Kampanye paling tidak juga diatur pada Pasal 63 ayat 1 bahwa Kampanye dilaksanakan sebagai wujud dari pendidikan politik masyarakat yang dilaksanakan secara bertanggung jawab. Jelas dan lugas.
Perlu saya pertegas bahwa debat kandidat adalah salah satu cara atau metode berkampanye yang secara sah diatur oleh undang-undang yang tujuannya adalah sebagai wadah untuk memberikan edukasi politik kepada masyarakat luas. Jika demikian, debat tidak boleh dijadikan ajang ’baku hantam’ antar kandidat atau tim sukses yang keluar dari konteks pendidikan.
Mencermati hal ini, sebenarnya pada tahun 2015 lalu saya juga sudah pernah menulis sebuah artikel dan disiarkan di berbagai media yang berjudul ”Debat Paslon Tanpa Yel-Yel Lebih Baik”. Melalui tulisan itu saya mengingatkan bahwa debat merupakan salah satu tahapan yang penuh dengan nuansa akademis. Maka, tatanan penyelenggaraannya juga harus memenuhi kaedah-kaedah akademik. Artinya, tidak boleh ada nuansa ‘hura-hura’, apa lagi sudah masuk pada wilayah caci maki, serang-menyerang, tuding-menuding, dan lain-lain. Debat tentunya tidak bisa disamakan dengan menonton pertandingan bola atau balap Moto GP!
Maka untuk menghadapi Pemilihan Kepala Daerah di Kota Jambi, Kabupaten Kerinci dan Merangin tahun 2018 ini, KPU masing-masing juga melaksanakan perhelatan debat kandidat sebagai bentuk kepatuhan terhadap undang-undang yang ada. Debat diawali oleh KPU Kota Jambi yang akan dilaksan pada tanggal 31 Maret 2018 mendatang bertempat di Ratu Convention Center.
Lantas bagaimana seharusnya debat ini berlangsung? Melalui artikel singkat ini saya hanya ingin mengingatkan beberapa hal. Pertama, adu petahana. Sebagaimana diketahui bahwa saat ini yang ‘bertarung’ untuk merebut BH 1 A adalah sama-sama petahana (incumbent). No urut 1 mantan wakil wali kota dan no urut 2 mantan wali kota. Itu artinya, kedua pasang ini adalah orang yang pernah satu visi dan misi dalam membangun Kota Jambi 5 tahun terakhir. Namun untuk 5 tahun ke depan mereka harus ‘pecah kongsi’. Sah-sah saja!
Maka dalam debat ini, jika ingin menyampaikan keberhasilan pembangunan Kota Jambi 5 tahun terakhir maka harus dalam konteks keberhasilan bersama. Tidak boleh ada yang mengklaim bahwa semua capaian adalah prestasi satu orang saja. Itulah kesuksesan bersama, juga kegagalan bersama karena pada pemilihan wali kota dan wakil wali kota pada tahun 2013 lalu mereka satu paket.
Hal ini penting untuk dipertegas agar dalam debat ini tidak terjadi debat kusir dengan saling mengklaim. Alangkah bijaknya jika kedua pasangan menggunakan kata ‘kami’ bukan ‘saya’ untuk menyebutkan segala hal yang pernah dilakukan lima tahun terakhir, baik prestasi maupun program yang belum tercapai. Kata ‘kami’ juga akan meneduhkan dan menyejukkan.
Kedua, data dan solusi. Debat kandidat adalah metode Kampanye yang bernuansa akademis. Beda tipis dengan ujian skripsi atau desertasi. Itu artinya, kedua pasangan diminta untuk berbicara data-data. Ingat, sabagaimana diatur pada UU No 10 tahun 2016, pasal 68 ayat 4 menyebutkan bahwa materi debat adalah visi, misi, dan program Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur, Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati, serta Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota dalam rangka: a. meningkatkan kesejahteraan masyarakat; b. memajukan daerah; c. meningkatkan pelayanan kepada masyarakat; d. menyelesaikan persoalan daerah; e. menyerasikan pelaksanaan pembangunan daerah kabupaten/kota dan provinsi dengan nasional; dan f. memperkokoh Negara Kesatuan.
Itulah pentingnya menyajikan data-data sehingga masyarakat mengetahui dengan persis masalah-masalah sekaligus solusi yang ditawarkan. Sajikanlah data ril progres pembangunan saat ini beserta persoalan-persoalan yang perlu diselesaikan. Tawarkan solusi-solusi yang kreatif, inovatif dan terukur sehingga masyarakat semakin yakin untuk menentukan pilihannya.
Akhirnya, jika ditanya, ‘untuk apa debat kandidat?’ Jawabannya jelas bahwa debat harus dijadikan sarana untuk menggali ide dan gagasan, menyajikan data-data, memberikan solusi-solusi, dan semua untuk rakyat. Debat bukan wadah untuk saling serang apa lagi saling menjatuhkan. Hal ini juga perlu diperhatikan tidak hanya bagi kandidat tapi juga tim sukses. Seharusnyalah, debat tidak perlu ada yel-yel yang provokatif, menciptakan kegaduhan-kegaduhan, dan saling teriak karena debat bukan pertandingan!
Discussion about this post