Akhir-akhir ini banyak sekali dikembangkan beberapa terapi untuk mengobati berbagai macam penyakit, dari penyakit fisik hingga psikis. Metodenya pun berbagai cara, dari yang bersifat medis hingga non medis. Intinya, manusia akan selalu melakukan berbagai usaha untuk mengobati penyakit yang datang. Memang begitulah seharusnya, jika sakit berobat. Terapi merupakan salah satu langkah yang ditempuh untuk mendapatkan kesembuhan.
Ada begitu banyak nama dan jenis terapi yang terus berkembang. Cara dan alat yang digunakan juga mengalami kemajuan yang luar biasa, dari yang berbasis teknologi hingga yang memanfaatkan alam seperti hewan dan binatang peliharaan. Alat-alat terapi yang berbasis tekhnologi kita sudah banyak disuguhkan melalui media televisi, dari sandal hingga kasur tempat tidur. Sementara yang berbasis non teknologi kita juga diperkenalkan misalnya dengan terapi lumba-lumba, terapi sengatan lebah, terapi lintah, dan lain-lain.
Akhir-akhir ini juga berkembang hypnotherapy yang lebih banyak digunakan untuk mengatasi penyakit-penyakit psikis. Memang manusia modern saat ini agaknya mulai banyak terserang penyakit psikis atau penyakit mental yang pada akhirnya juga berdampak pada gangguan fisik. Buktinya, orang stress yang berlebihan bisa mengakibatkan mag, sakit kepala, mual, sakit perut, asam lambung naik, muntah-muntah dan lain-lain. Begitu juga halnya penyakit mental lain seperti iri, dengki, tamak, rakus, dendam, suka maling (korupsi), malas, pesimis, asusila dan lain sebagainya.
Dari sekian banyak terapi yang berkembang hari ini, menurut saya ada satu terapi yang belum dimanfaatkan secara maksimal terutama dalam mengatasi penyakit-penyakit mental yaitu apa yang saya namai ‘Death Therapy’ (Terapi Kematian). Di dunia maya belum ditemukan jenis terapi ini, yang dijumpai adalah sebuah grup music yang menamai diri mereka ‘Death Therapy’.
Terapi ini sudah harus dikembangkan dan sangat efektif untuk mengatasi penyakit-penyakit mental seperti iri, dengki, tamak, rakus, dendam, suka maling (korupsi), malas, pesimis, asusila dan lain sejenisnya. Penyakit-penyakit ini muncul ditengarai karena manusia lupa mati. Itulah mengapa Nabi Muhammad bersabda “Orang mukmin yang paling utama adalah orang yang paling baik akhlaknya. Orang mukmin yang paling cerdas adalah orang yang paling banyak mengingat kematian dan paling bagus persiapannya untuk menghadapi kematian. Mereka semua adalah orang-orang cerdas (yang sesungguhnya, penting).” (HR At-Tirmidzi). Orang cerdas seyogyanya tidak menderita penyakit-penyakit hati tersebut.
Saya kemudian merumuskan paling tidak ada tiga level terapi ini. Level pertama, mengingat kematian. Pada level ini ‘Si Pasien’ secara intensif diajak mengingat kematian. Banyak cara yang bisa dilakukan untuk mengingat kematian. Menghadiri pengajian-pengajian, seminar motivasi, rukiyah, dan lain-lain. Bentuk terapi ini hanya dengan cara mengingatkan dan mengingatkan bahwa kematian akan datang. Ketika kematian datang maka manusia tidak lagi bisa berbuat apa-apa. Semua yang dibanggakan di dunia ini akan hancur dan musnah. Sifatnya memberi bekal spiritual.
Level kedua, melihat kematian. Pasien terapi ini sering diperlihatkan dengan nyata orang-orang yang akan meninggal (sakaratul maut) atau telah meninggal. Terapi ini dapat dilakukan dengan banyak melibatkan ‘Pasien’ dalam penyelenggaraan jenazah (memandikan, mengafani, dan menguburkan). Dengan menyaksikan sendiri mayat yang sudah tidak lagi bisa berbuat apa-apa, maka akan berdampak sangat baik pada mental ‘Pasien’ akan kehidupan yang ia jalani. Kesadaran akan tumbuh betapa ketika kematian menjelma, tubuh manusia tidak bisa berbuat apa-apa. Jabatan atau kekuasaan yang dibanggakan, rumah megah yang dipamerkan atau mobil mewah yang dialu-alukan, menjadi tidak berarti sama sekali.
Lavel ketiga, melewati ‘sebagian’ proses kematian. Terapi level ini dapat dilakukan terhadap orang-orang yang telah atau sedang mendapat atau selamat dari kematian. Banyak kejadian-kejadian seperti selamat dari kematian dari sakit yang parah, tabrakan maut yang dahsyat, pembunuhan, dan lain-lain. Terapi dapat dilakukan terhadap ‘pasien’ dengan mengingatkan kebesaran Allah yang telah menyelamatkannya dari mala petaka tersebut. Hal ini akan menimbulkan kesadaran mendalam betapa manusia tidak memiliki kuasa apa pun akan dirinya.
Akhirnya, ‘Death Therapy’ tidak salahnya untuk dijadikan pengobatan pilihan khususnya dalam mangatasi penyakit-penyakit mental yang akut. #BNODOC13819052017
*Ditulis oleh: Bahren Nurdin (Akademisi UIN STS Jambi dan Pengamat Sosial Jambi)
Discussion about this post