Oleh: Bahren Nurdin, MA
Bahagia rasanya bisa kembali berkumpul dengan keluarga dan sanak saudara di kampung halaman. Ada yang dulu pernah terlahir di tanah itu, kemudin ‘terbang’ mengembara bertahun-tahun untuk mencapai impian dan kesuksesan. Ada pula yang hanya sekedar menyebut ‘kampung’ sebagai tanah kelahiran para orang tua dan keluarga besar karena ia sendiri sudah lahir di kota atau di rantau. Apa pun itu, kebahagiaan pasti terasa ketika takbir Idul Fitri menggema dapat berjumpa dengan orang-orang yang jarang bersua.
Telah pula menjadi adat kebiasaan bangsa kita, Idul Fitri menjadi ajang memberi dan menerima maaf dan saling mengunjungi. Tidak pula terundangkan namun tertanamkan budaya mulia bahwa yang muda mengunjungi yang tua; anak kepada bapak, keponakan kepada paman, cucu kepada nenek dan kakek, adik kepada kakak, dan rakyat kepada pemimpinnya. Semua melebur dalam kebahagiaan dan persaudaraan yang erat. Itulah indahnya silaturrahim.
Namun demikian, disadari atau tidak ajang silaturrahim yang mulia ini sering kali menjadi arena ‘adu’ kehebatan dan kesuksesan. Pulang kampung manjadi momentum pamer dan riya terhadap apa yang dimiliki selama di rantau. Disengaja atau tidak pula, tindakan-tindakan ini telah juga melukai hati orang-orang yang ada di kampung halaman. Akankah kedatangan yang mungkin hanya setahun sekali tersebut menorehkan luka di hati sanak saudara kita sendiri?
Maka datanglah dengan hati. Timbang-timbang perasaan mereka dengan hati dan hati-hati. Mungkin bagi kita biasa, tapi bisa jadi meninggalkan ‘luka’ bagi mereka. Ada beberapa hal yang berpotensi (baik langsung maupun tidak langsung) menyakiti hati sanak saudara kita.
Pertama, berpakaian dan berpenampilan. Kesuksesan anda di rantau selama ini mungkin telah merubah gaya hidup anda. Dengan materi yang dimiliki, anda telah terbiasa dengan memakai pakaian yang wah dan serba mahal (branded). Bagi kaum hawa pula, mungkin juga terbiasa dengan dandanan yang ‘wah’ dan cantik. Coba perhatikan pola dan tatanan kehidupan sosial masyarakat kampung anda. Mungkin mereka hidup masih sederhana dengan memakai pakaian yang biasa saja. Anda memungkinkan memiliki baju baru untuk lebaran yang banyak dengan berbagai mereka mahal, sementara mereka mungkin hanya memiliki sepotong saja.
Jika anda datang dengan hati, pastilah hati-hati dengan menjaga hati. Jangan terlalu dinampakkan bahwa anda dan keluarga mampu membeli pakaian yang bagus dan wah, ber-make up yang seakan hendak konser musik. Apa lagi dengan ‘mengumumkan’ harganya yang mahal-mahal itu untuk riya dan pamer. Bukankah hal ini akan menimbulkan dampak kecemburuan sosial di tengah masyarakat. Kedatangan kita telah mendatangkan luka bagi mereka.
Begitu juga halnya dengan berkendaraan. Anda mungkin memiliki kendaraan yang serba mewah, tidak hanya satu, mungkin beberapa dan berbagai merek. Janganlah pula pulang kampung dijadikan parade mobil mewah dengan maksud riya. Banyak mungkin diatara sanak saudara kita yang jangankan memiliki mobil mewah, makan saja masih susah. Jaga hati mereka, jangan sampai mereka terluka dan merasa iba.
Kedua, berkata-kata. Yakinlah, setelah lama tak bersua sanak saudara, anda ingin menceritakan banyak hal tentang sukses anda di rantau. Boleh jadi selama di rantau anda telah banyak menorehkan berbagai prestasi. Tidak salah rasanya anda berbagi cerita tentang pangkat, jabatan, kekayaan dan segala hal yang anda miliki selama ini. Maka berceritalah dengan hati.
Hanya dengan hati, anda akan hati-hati agar mereka yang mendengarkan tidak sakit hati. Jika anda terlalu ‘meninggi’ dengan cerita sukses yang tak tertandingi, khawatir mereka akan iri dan akhirnya membenci. Yakinlah, tidak pun anda ceritakan segala sukses itu, mereka juga akan melihatnya dangan mata hati.
Berkata yang baik dan santun dengan bahasa kesuksesan yang anda miliki, akan membuat mereka empati dan menghormati. Tidak juga perlu menggunakan bahasa-bahasa yang tidak mereka mengerti. Jangan ‘mentang-mentang’ lama di luar negeri atau merantau di kampung isteri, sudah lupa bahasa kampung sendiri. Menggunakan bahasa-bahasa yang mereka tidak mengerti dengan maksud ‘meninggi’. Pulanglah ke kampung bersama bahasa kampung sendiri.
Akhirnya, pulanglah ke kampung dengan rasa dan sukma. Agungkan silaturrahim dengan tetap menjaga hati sanak saudara yang dikunjungi. Jangan lukai hati mereka baik oleh penampilan atau kata-kata yang terucap. Jangan sampai kepulangan kita akan meninggalkan duka bagi mereka. Tidak perlu pula mudik dijadikan ajang pamer dan riya. Maka datanglah dengan hati dan tidak pelu pamer materi. Semoga.
#BNODOC17626062017
*Akademisi dan Pengamat Sosial Jambi
Discussion about this post