Nama Provinsi Jambi menjadi buah bibir seantero nusantara dalam beberapa bulan terakhir. Disiarkan di seluruh media masa, baik koran (cetak dan online), maupun media televisi. Banggakah anda sebagai orang Jambi?
Saya tidak yakin ada orang Jambi yang bangga dengan ‘ketenaran’ ini. Inilah cacatan kelam sejarah yang akan dikenang oleh generasi selanjutnya; untuk selamanya. Perjalanan dari Jumat (12 Februari 2016) ke Jumat (2 Februari 2018). Negeri yang selalu mengagungkan ‘adat bersendi syara’, syara’ bersendi kitabullah’ ternyata beberapa pemimpinnya memiliki mental korup. Mempraktekkan suap-menyuap, tilap-menilap dan entah apa lagi. Milyaran uang yang bukan hak mereka dilahap sehingga kemudian berakhir di tangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). KPK telah menetapkan mereka sebagai tersangka!
Aib ini tidak akan pernah terlupakan oleh sejarah karena ia telah tercatat di lembaran-lembaran warta. Sampai kapan pun anak cucu kita di negeri ‘Sepucuk Jambi, Sembilan Lurah’ ini akan teringat bahwa beberapa pemimpin dan pendahulu mereka tertulis sebagai koruptor. Koruptor yang telah menggelapkan uang rakyat begitu banyak. Mereka yang telah dipercaya rakyat sebagai pemimpin malah menjadi penjahat negara. Mereka menjelma menjadi rampok uang rakyat. Mengerikan!
Lebih menyedihkan lagi, janji untuk tidak korupsi itu diucapkan sendiri oleh mereka yang kini ditangkap KPK. Janji politik untuk ‘TIDAK KKN’ diingkari! Inilah janji yang paling melukai hati rakyat Jambi. Dengan dilanggarnya janji ini, itu artinya rakyat Jambi sudah terang-terangan ditipu dan dibohongi. ‘Takicuah di nan tarang!’
Sudahlah, biarkanlah semua ini menjadi fakta sejarah. ‘The show must go on! Tidak boleh terlalu lama meratap dan menangisi keadaan. Bagi masyarakat Jambi, pertama, tetap tenang dan hormati porses hukum yang berlangsung. Sebagai negara hukum tentunya segala ketentuan hukum telah diatur sedemikian rupa. Biarkan para penegak hukum yang akan memberikan hukuman kepada mereka yang melanggar hukum. Masyarakat Jambi harus tetap tenang dan selalu menjaga persatuan dan kesatuan.
Tidak perlu ada ‘lover’ dan ‘hater’, baik di dunia nyata maupun di dunia maya (media sosial). Kelompok-kelompok semacam ini hanya akan memecah belah sesama kita. Persatuan dan kesatuan masyarakat harus kita kedepankan. Justeru dalam menghadapi kondisi pemerintah semacam ini, masyarakat harus lebih mempererat persatuan agar tidak mudah diprovokasi oleh pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab. Jangan sampai ada orang yang sengaja ‘memancing di air keruh’.
Yakinlah bahwa roda organisasi dan tata kelola pemerintahan akan tetap berjalan sebagaimana mestinya karena sudah ada aturan main dalam menghadapi situasi seperti ini. Jadi masyarakat tidak perlu panik, apa lagi harus ‘perang’ satu sama lain. Jangan, yang rugi kita sendiri!
Kedua, belajarlah dari pengalaman. Pepatah orang Jambi mengatakan ‘ambil tuah dari yang menang, ambil contoh dari yang sudah’. Hati-hati dalam memilih pemimpin. Jadikanlah kasus-kasus semacam ini sebagai pelajaran buat kita semua. Memang tidak ada orang yang benar-benar sempurna di dunia ini. Semua berbuat salah. Tapi dalam hal memilih pemimpin bangsa, sudah sepatutnya kita mengedepankan pandangan-pandangan objektif penuh ketelitian. Pilihlah mereka-mereka yang benar-benar berkomitmen untuk memimpin dan mengedepankan kepentingan rakyat, bukan mereka yang memperkaya diri dari duit rakyat.
Akhirnya, sejarah kelam itu telah terpatri untuk dikenang oleh generasi mendatang. Masyakat tentu hanya bisa berharap mudah-mudahan kasus ini bukan yang pertama tapi yang terakhir. Masyarakat sudah cukup terlukai karena janji politik yang telah dihiati. Namun demikian, masyarakat tidak boleh membenci dan tetaplah menghormati poroses hukum yang dijalani. Semoga.
Discussion about this post