Pada tanggal 26 Juli 2010 yang lalu Gubernur Jambi Zulkifli Nurdin (ZN) menyampaikan Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) pada rapat paripurna DPRD Provinsi Jambi. Hasilnya sangat mengecewakan rakyat. Nampaknya di akhir kekuasaannya Zulkifli Nurdin akan meninggalkan kenangan pahit dengan sejumlah program kerja pemerintah yang tidak ‘beres’. Dari sekian banyak program yang disampaikan sebagian besar mendapatkan kritikan pedas dari anggota dewan yang menghadiri paripurna tersebut. Sekedar mengingatkan bahwa jauh sebelum peripurna ini digelar, beberapa asumsi akan gagalnya program-program yang dicanangkan oleh gubernur ini sudah pernah disampaikan melalui kolom opini ini dengan tajuk “Bang Zul for President”. Tulisan tersebut berangkat dari hiruk pikuk wacana ZN mencalonkan diri sebagai presiden RI. Tanpa bermaksud memberikan gambaran pesemis, Grand image yang disampaikan melalui tulisan tersebut adalah bahwa jangankan untuk menjadi presiden RI, ngurusin Jambi saja belum beres dengan barometer gagalnya beberapa program yang telah dicanangkan. Tulisan itu pun berbuntut dengan resistensi dari pihak-pihak tertentu sampai pada ancaman secara personal terhadap penulis. Padahal tulisan tersebut sesungguhnya dapat dijadikan bahan koreksi kinerja pemerintah sehingga program-program yang diperuntukkan kepada rakyat tersebut benar-benar dapat dicapai dengan baik. Alih-alih menjadikan tulisan tersebut sebagai masukan dari rakyat, sang Penguasa malah melakukan tekanan melalui berbagai cara. Kini nasi telah menjadi bubur. Kepercayaan rakyat kepada ZN selama sepuluh tahun untuk membangun dan mensejahterakan rakyat Jambi telah berlalu begitu saja. Janji-janji politik saat kampanye tetaplah hanya menjadi jargon dan slogan semata. Jargon dan slogan itu kini berganti dengan alibi dan retorika “membangun itu tidak gampang” (Jambi Ekspres 27 Juli 2010). Kini yang tersisa hanyalah puing-puing kekuasaan dengan berbagai persoalan yang tak terselesaikan. Beberapa program pembangunan yang telah menghabiskan uang rakyat triliunan rupiah menguap tidak tahu junturungannya. Sebagai contoh nyata, lihat saja program replanting karet yang jauh dari target. Tidak berlebihan kemudian jika Fraksi Gerakan Keadilan melontarkan kritikan keras terahadap program ini. Mengutip Jambi Ekspres (27 Juli 2010) juru bicaranya, Henri Mansyur mengatakan “Replanting yang menelan anggaran hingga Rp.70,4 miliar masih tanda tanya besar. Penambahan kebun karet baru seluas 21 ribu hectare selama lima tahun terahir, padahal program ini ditargetkan mencapai 130 ribu hektar. Di sisi lain kami melihat program ini belum tepat sasaran, belum lagi dari kualitas bibit ternyata juga mengalami banyak permasalahan di lapangan”. Inilah gambaran nyata miniatur keseluruhan kegagalan program-program rezim ZN. Belum lagi bila kita mempertanyakan program lain seperti budidaya patin jambal, jembatan Batang Hari II, persoalan beasiswa dan pendidikan, dan lain sebagainya. Dengan mata telanjang pun rakyat dapat melihat bagaimana program-program tersebut hanya mampu mendatangkan masalah baru bagi rakyat. Dimana kesejahteraan yang dijanjikan? Tanya saja pada rumput yang bergoyang. Kini rezim tersebut segera berlalu dan akan digantikan. Namun luka dan derita rakyat masih saja menganga. Tanggal 3 Agustus 2010 adalah tanggal sakral pergantian kekuasaan tersebut. Untuk menandai momentum bersejarah ini, melalui tulisan ini saya ingin menyampaikan beberapa pertanyaan sederhana “akankah pergantian rezim ini diikuti pergantian nasib rakyat Jambi menjadi lebih baik?”. “Akankah HBA mampu membangun sebuah rezim yang berpihak kepada rakyat?”. Pertanyaan-pertanyaan ini terkesan klise, karena di negeri ini sering kali pergantian pemimpin hanyalah seremonial pergantian kekuasaan bukan pergantian nasib rakyat. Berulang kali berganti pemimpin, rakyat tetap saja menjadi objek kekuasaan. Maka adalah wajar kemudian jika nada-nada sumbang tetap saja menghiasi pergantian pucuk kekuasaan kali ini. Belum apa-apa miliaran rupiah nampaknya telah dihabiskan ‘hanya’ untuk sebuah pelantikan yang notabenenya hanyalah sebuah seremonial belaka. Bukankah lebih bijak jika dana untuk pelantikan tersebut dimanfaatkan untuk kepentingan rakyat seperti perbaikan sekolah, menampal jalan yang bolong sana sini, atau untuk perbaikan nasib anak yatim atau panti asuhan? Rasanya agak miris melihat kemewahan pelantikan gubernur kali ini karena berbanding terbalik dengan nasib masyarakat yang semakin hari semakin terdesak dihimpit kebutuhan bahan pangan yang meroket, lebih-lebih menghadapai bulan suci ramadhan dan lebaran. Euphoria dan bermewah-mewah agar terkesan ‘wah’ pada acara pelantikan HBA-Fachrori agak tidak dapat ditutup-tutupi. Dengan mendatangkan undangan lebih dari 2000 orang dan dijaga ketat oleh lebih dari 1000 personil keamaan dari Polri dan TNI adalah ukuran kemewahan yang spektakuler tersebut. Hal ini rasanya sedikit bertentangan dengan ‘kesederhanaan’ HBA yang selama ini dibanggakan rakyat Jambi. Dan tanpa disadari hal ini juga telah melukai hati rakyat kecil yang menitipkan amanah kepemimpinan kepada HBA – Fachrori. Jika mau jujur mengakuinya, para undangan yang digadang-gadang pada acara pelantikan tersebut tidak banyak berkontribusi atas terpilihnya kedua tokoh ini, rakyat yang jauh dari hingar-bingar kemewahan inilah sesungguhnya yang mengantarkan mereka. Tapi lagi-lagi urusan mereka (rakyat biasa) telah selesai sampai di bilik suara, selanjutnya terlupakan. Sesungguhnya pelantikan HBA-Fachrori tidak perlu menghabiskan dana miliaran rupiah dengan pengamanan yang eksra ketat sedemikan rupa. Yakinlah bahwa rakyat akan semakin simpati kepada HBA dan Fachrori andai mereka tidak menonjolkan kemewahan dan euphoria yang berlebihan pada acara seremonial ini. Pelaksanaan pelantikan yang seperti ini sesungguhanya hanya akan melukai nurani rakyat dan menorehkan rasa ketidakadilan yang mendalam. Kemewahan-kemewahan ini dapat dijadikan cerminan bahwa HBA-Fachrori belum sepenuhnya menjadi bagian dari rakyatnya. Derita rakyat belum sampai menyentuh sanubari mereka. Sungguh sangat disayangkan. Rezim ZN telah berlalu dengan meninggalkan sejuta derita bagi rakyat Jambi. Tidak ada jalan lain kecuali berharap dan berharap segala kecurangan di masa lalu dapat dipertanggungjawabkan. Jika rezim ini telah melakukan tindakan korupsi di sana sini, sepantasnya pula dipertanggungjawabkan di muka hukum. Begitu juga rezim HBA yang segera dimulai. Dimulai dengan pesta-pora pelantikan yang menyayat rasa keadilan rakyat. Rakyat menderita, pemimpin pesta-pora. Namun demikian, pesimisme dan apatisme yang berkepanjangan tentu bukan pula solusi yang tepat dan bijaksana. Mari kita berbuat apa pun yang bisa kita perbuat. Selebihnya, sebagai rakyat, mari kita doakan saja yang tebaik untuk mereka-mereka yang telah diamanatkan untuk memimpin negeri ini, baik pemimpin yang lama maupun yang baru. Bukankah mereka juga akan mepertanggungjawabkan segala perbuatan mereka di hadapan Allah? Akhirnya, mari tepuk dada tanya selera sebagaimana Presiden Amerika John F. Kennedy pernah mengatakan kepada rakyatnya “My fellow Americans, ask not what your country can do for you — ask what can you do for your country.” Selamat tinggal rezim ZN dan selamat datang rezim HBA. Bahren Nurdin Direktur PSH IAIN STS JAMBI Pemerhati sosial, budaya, dan pendidikan di Jambi
Discussion about this post