Mencermati perkembangan demokrasi di Sepucuk Jambi Sembilan Lurah akhir-akhir ini agaknya merupakan suatu yang menarik dan menantang. Menarik karena terjadinya dinamisasi yang luar biasa khususnya setelah era reformasi dikumandangkan dan otonomi daerah di luncurkan. Menantang karena dinamisasi yang terjadi begitu ’liar’ dan terkadang overacting. Sudah dapat dipastikan kemudian secara alamiah bahwa perkembangan (perubahan) ini serta merta akan membawa dampak positif dan negatif.
Salah satu dinamisasi demokrasi tersebut dapat dilihat pada perhelatan pemilu 2009 mendatang yaitu dengan bermunculannya wajah-wajah baru dan ’segar’ yang mengajukan diri sebagai calon legislatif (caleg). Disebut dinamis karena jika beberapa dekade yang lalu orang-orang yang berani mencalonkan diri sebagai anggota dewan cenderung statis alias orangnya itu-ke-itu saja. Seringkali dari periode ke periode mereka bercokol di gedung dewan tersebut. Namun sekarang setiap kali pemilu selalu saja muncul wajah-wajah baru.
Kemunculan caleg-caleg muda ini kemudian mengundang sejumlah kontroversi dan ‘keraguan’ akan kredibilitas mereka. Mereka-mereka yang berkeinginan maju dalam perhelatan ini karena memiliki prestasi yang dapat dibanggakan sekaligus diabdikan untuk kepentingan rakyat atau hanya sebuah euforia politik yang terkesan hanya ikut-ikutan saja?
Anggota legislatif secara gamblang dapat diartikan orang yang mewakili rakyat. Artinya meraka yang dipilih adalah orang yang berfungsi sebagai penyambung dan pengganti lidah rakyat. Jika untuk menjadi anggota dewan daerah pemilihan (dapil) tertentu memerlukan lebih kurang dua ribu suara maka artinya orang tersebut harus siap mengakomodir kepentingan dua ribu rakyat tersebut. Dari sini dapat dipastikan bahwa orang yang dipilih tersebut adalah orang pilihan yang harus lebih baik dari orang yang dia wakili. Inilah yang disebut dengan prestasi.
Untuk melihat seorang calon legislatif berprestasi atau tidak dapat dilakukan dengan melihat rekam jejek (track record) calon tersebut di tengah masyarakat. Apa saja prestasi-prestsi yang telah ia tunjukkan paling tidak terhadap masyarakat yang akan dia wakili. Di sini biasanya yang sering dilihat adalah ketokohan (leadership) orang tersebut. Ketokohan dapat dilihat dari kehidupan sehari-hari melalui sepak terjangnya dalam berbagai kegiatan dan organisasi kemasayarakatan atau partai politi, dan hal ini dapat dilihat dalam waktu yang relatif lama. Jika berangkat dari pemikiran ini, maka dapat dipastikan orang tersebut telah ’berumur’ alias medekati tua.
Bagaimana dengan caleg muda yang notabenenya baru ‘melek’ politik? Apa yang bisa dilihat dari mereka-mereka ini? Apa takaran yang dapat dijadikan dasar untuk mengatakan bahwa mereka yang baru hidup ini layak untuk dijadikan pemimpin di badan legislatif kita? Di sinilah letak persoalannya. Menurut pengamatan saya bahwa mereka-mereka yang maju ini masih banyak yang mengandalkan nama-nama besar orang lain dari tokoh nasional pimpinan partai sampai pada nama besar ayah sendiri. Ini terlihat dari poster-poster yang muncul di jalanan di seluruh Provinsi Jambi akhir-akhir ini. Ini menunjukkan sebenarnya mereka belum memiliki prestasi apa-apa yang dapat dimunculkan di tengah masyarakat. Jika demikian, sudah dapat dipastikan bahwa kemunculan mereka tidak lebih hanya mengikuti euforia politik alias ikut-ikutan saja.
Bahkan yang lebih menyedihkan lagi ‘nyaleg’ (mencalonkan diri sebagai caleg) dianggap sebagai ajang merebut kekuasaan dengan berbagai cara. Beberapa saat yang lalu www.infojambi.com memberitakan bahwa terdapat caleg yang di bawah umur. Ini menunjukkan bahwa mental para muda yang seyogyanya menunjukkan idealisme yang tinggi dirusak oleh hawa nafsu haus kekuasaan. Ini sungguh sangat disayangkan.
Akan tetapi, inilah sebuah dinamika yang sekaligus membawa dampak positif dan negatif. Dampak positif dari fenomena caleg muda ini paling tidak telah menunjukkan perkembangan demokrasi bangsa. Pertama, fenomena ini menunjukkan bahwa siapa pun berhak untuk memilih dan dipilih selagi memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan oleh undang-undang dan peraturan negara. Kedua, ini menjadi ajang pendidikan politik yang nyata bagi kaum muda. Sesungguhnya di dalam dunia politik kalah dan menang adalah hal yang harus diterima dengan arif dan bijaksana. Ketiga, seandainya mereka terpilih maka akan terjadinya pembaharuan-pembaharuan ide di dalam lembaga legislatif kita. Dengan ini diharapkan pembangunan dapat berjalan dengan lebih cepat dan lebih baik. Keempat, tidak terjadinya status quo bagi yang tua. Yang tua juga harus terus berprestasi untuk berpacu dengan yang muda dan yang berkarya, jika tidak maka mereka akan secara alami tersingkirkan.
Dampak negatif yang kemungkinan muncul paling tidak adalah pertama, jika terpilih caleg muda yang haus kekuasaan dan menempuh cara-cara yang tidak baik maka DPR kita akan dipenuhi oleh mafia-mafia baru. Sudah dapat dipastikan mereka tidak memperjuangkan rakyat tetapi semata mengejar kekuasaan dan menimbun harta. Hidup poya-poya dan hedonis rakyat dilupakan. Kedua, anak muda masih sangat emosional. Maka dalam mengambil keputusan untuk kepentingan orang banyak akan seringkali emosional. Belum lekang dari ingatan bagaimana anggota dewan kita adu jotos di ruang sidang paripurna. Artinya, emosi mereka masih sangat labil.
Kesimpulan, caleg muda bagai dua mata pisau yang tajam. Jika kita mampu memilih dengan cermat orang-orang muda yang berbakat dan dengan idialisme yang besar untuk membangun bangsa dan negara khususnya Provinsi Jambi, maka mereka akan menjadi mesin penggerak pembangunan yang memiliki energi besar. Mereka akan mambawa laju segala perubahan ke arah yang lebih baik lagi. Namun sebaliknya, jika kita memilih anak-anak muda yang haus kekuasaan dan hanya mementingkan diri sendri dan kelompoknya, maka dewan yang terhormat itu akan dipenuhi oleh mafia-mafia kekuasaan baru. Sekarang terpulang kepada kita sebagai rakyat yang memilih.
Akhirnya kejelian dan keobjektifitasan kitalah yang dituntut untuk mencapai ini semua. Mari kita cari anak-anak muda yang siap membela kepentingan rakyat. Selamat mencari.
Discussion about this post