Oleh: Bahren Nurdin, MA
Kasus bunuh diri terkini terjadi terhadap salah serorang siswa SMA di Kabupaten Kerinci berinisial E warga desa Pendung Semurup. Berumur 17 tahun; masih sangat muda. Polisi sedang menyelidiki latar belakang terjadinya pengakhiran hidup dengan tragis ini. Tragis, karena berujung dengan seutas tali nilon di dalam kamarnya sendiri. Pelaku bahkan sempat meninggalkan pesan terakhir di secarik kertas untuk kedua orang tuanya. Pesan itu lebih kurang berbunyi “Pergi jauh dan tak akan kembali lagi. Maafkan aku, Mak. Janganlah bersedih hati. Makamkan aku di dekat kuburan nenek. Aku hanya menjadi beban kalian berdua, Bapak Mak”. Pembunuhan (diri sendiri) berencana!
Apa yang sesungguhnya terjadi terhadap pelaku bunuh diri ini, tentu sedang diselidiki dengan cermat oleh pihak kepolisian. Namun dari pesan terakhir yang tertera di secarik kertas tersebut sudah dapat diduga bahwa ada kesan keputusasaan alias prustasi dalam menghadapi hidup. Secara bebas pesan tersebut dapat diinterpretasikan bahwa pelaku merasa dirinya telah menjadi beban bagi kedua orang tuanya. Untuk menghilangkan beban tersebut dia memilih mengakhiri hidup dengan gantung diri.
Pada poin inilah yang perlu untuk dibahas melalui kolom singkat ini. Mengapa bunuh diri akhir-akhir ini seolah menjadi trend di kalangan generasi muda kita? Gantung diri yang dilakukan oleh E tentu bukan yang pertama. Masih begitu banyak kasus bunuh diri lainnya dengan berbagai cara, dari minum racun serangga hingga terjun dari gedung bertingkat. Ada apa? Mengapa trend negatif ini menjangkiti para remaja generasi harapan bangsa ini?
Krisis Mental dan Peran Orang Tua
Inilah yang sedang terjadi dengan generasi muda kita saat ini yaitu krisis mental. Dalam buku saya “Primitivisme Intelektual; Kritik Untuk Kaum Terpelajar” (2013) telah saya tegaskan bahwa saat ini kita hidup di tengah masyarakat dimana banyak kaum terpelajar yang memiliki ilmu pengetahuan tinggi tetapi ilmu pengetahuannya tidak bisa memberi manfaat bagi dirinya dan orang lain. Kita hidup di sebuah peradaban dimana masyarakatnya krisis nilai. Kepala mereka diisi dengan ilmu pengetahuan tetapi hati mereka kerontang nilai-nilai.
Persis seperti robot yang cerdas tapi tak punya sukma. Dia cerdas tapi minim rasa. Logikanya, tidak mungkin anak sekolah yang baru berumur belasan tahun mengakhiri hidup dengan membunuh diri sendriri. Seberapa berat beban hidup bagi orang yang baru menjalani kehidupan belasan tahun? Tapi itulah salah satu dampak krisis mental. Mereka berpikir pendek dan dangkal. Cenderung mengambil jalan pintas. Seolah-olah bunuh diri adalah jalan terbaik dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi.
Menghadapi hal ini, semua pihak sudah harus serius memberikan perhatian jika tidak ingin generasi kita terlalu akrab dengan tali gantungan. Peran orang tua menjadi salah satu bagian yang sangat vital. Orang tua merupakan orang terdekat dalam kehidupan seseorang. Dari 24 jam waktu yang tersedia, lebih dari separohnya dihabiskan bersama keluarga. Tidak dapat kita pungkiri, bahwa akhir-akhir ini hubungan emosional antara anak dan orang tua mulai ‘terganggu’. Di kehidupan modern saat ini, orang tua sudah terlalu disibukkan dengan kerja siang malam untuk memenuhi kebutuhan hidup yang semakin hari semakin tinggi. Gaya hidup zaman smartphone ini semakin menuntut orang untuk mengejar dunia yang semakin menggila. Akibatnya, banyak orang tua yang abai akan perannya terhadap generasi penerusnya.
Kasih sayang orang tua tidak bisa diganti dengan uang. Perhatian dan belaian orang tua akan menjadi obat mujarab bagi anak yang saat ini juga sedang menghadapi gaya hidup ‘keras’ di tengah masyarakat. Orang tua harus mampu menjadi teman terbaik mereka sehingga mereka tidak merasa terkucilkan. Mereka harus merasa nyaman karena didampingi dalam mengahadapi berbagai situasi kehidupan. Orang tualah yang mereka jadikan tempat untuk mencari pembelaan. Jika mereka merasa semua orang di dunia ini membencinya, mereka masih merasa ada orang tua yang sangat menyayangi dan membela mereka. Jika orang tua gagal menjalankan fungsi ini, jangan salah mereka mencari jalan lain; bunuh diri.
Akhirnya, bunuh diri adalah cermin masyarakat prustasi dan putus asa. Jangan pula dijadikan trend dan kebiasaan. Ini kebiasaan tidak baik, lebih-lebih bagi generasi bangsa ini. Maka dari itu, mari semua pihak, terutama bagi orang tua untuk meningkatkan perhatian dan kasih sayangnya kepada anak-anak kita. Kasih sayang adalah ‘perangkat lunak’ terhebat sebagai anti virus tabiat buruk ini. semoga.
#BN08012017
Sumber: www.kenali.co
http://kenali.co/berita-75821-bunuh-diri-trend-generasi-frustasi.html#ixzz4Xyw9gFPS
Discussion about this post