Saya tidak kebagian kursi untuk duduk. Ada orang-orang yang lebih berhak seperti anak-anak, ibu-ibu, para lansia, atau bahkan para mba-mba. Tidak masalah, saya masih kuat berdiri. Kereta api Jakarta-Bogor. Perjalanan satu jam itu saya nikmati dengan bergelantungan. Saya hitung, ternyata terdapat lebih kurang 25 stasiun yang harus dilewati: dari stasiun Jakarta Kota sampai Bogor.
Ketika para penumpang lain asyik dengan HP masing-masing, saya malah sibuk memberi nama-nama stasiun yang saya lewati. Stasiun Tanjung Simalidu, Stasiun Teluk Kayu Putih, Stasiun TKPI, Stasiun Sp. Paseban, Stasiun Sp. Lopon, Stasiun Rambahan, Stasiun Tebo Kota, Stasiun Teluk Rendah, sampailah ke Stasiun Jambi Kota. Inilah kereta yang bergerak dari batas Sumbar menuju batas Sumsel. Untung tidak ada yang tau apa yang sedang saya pikirkan. Agak gila sedikit, hehe…
Itu khayalan saja? Tidak. Sudah saya tulis beberapa tahun silam dalam ‘Grand Design Pembangunan Kabupaten Tebo’. Semua bidang pembangunan sudah saya rancang secara menyeluruh dan detail. Pembangunan jalur kereta api ini masuk dalam bidang transportasi (selain pembenahan Jalan Padang Lamo). Diperlukan waktu pembangunan selama dua tahun. Tahun ke tiga sudah bisa dimanfaatkan oleh masyarakat. Bagaimana mewujudkannya? Jika PT. KAI tidak bersedia, kita pakai BUMD. Tidak bisa juga, masyarakat patungan (melalui koperasi), hasilnya dibagi rata. Dari rakyat, untuk rakyat. Saya optimis masyarakat bersedia.
Mengapa kereta api, bukan tol? Saya bukan seorang ekonom. Tapi, kasat mata dapat dilihat bahwa penumpang kereta api lebih banyak dari pengguna jalan tol. Gampangnya, tidak semua orang punya mobil. Tapi semua orang ingin melakukan perjalanan dari satu daerah ke daerah lain. Satu mobil bisa memindahkan lima atau tujuh orang saja, sementara satu gerbong bisa memuat ratusan orang. Pilih mana?
Dari sisi pembangunan, hitung-hitungan ekonomi, saya yakin pembangunan rel, stasiun dan pembelian gerbongnya jauh lebih murah ketimbang membangun tol. Untuk pembebasan lahan pembangunan jalan tol misalnya, diperlukan dana yang besar. Belum lagi bicara kerusakan lingkungan seperti ratusan hektar sawah yang hilang, perkampungan yang terdampak? Pokoknya jalan tol itu mahal dari sisi ekonomi dan sosial!
Agaknya, itulah mengapa banyak negara di Eropa menjadikan kereta api sebagai tulang punggung transportasi mereka. Begitu juga Jepang, bahkan India. Ingat, jalan tol hanya akan menambah pengguna mobil pribadi yang tentu saja akan meningkatkan polusi, penggunaan bahan bakar dan berkontribusi besar pada pemanasan global _(climate change)_!
Di sisi lain, kereta api juga akan menjadi motor penggerak ekonomi rakyat. Salah satu faktor yang membuat suatu produk atau hasil pertanian itu mahal sampai ke tangan konsumen adalah mahalnya transportasi (pengangkutan). Lihat saja saat ini, barapa lama waktu yang dihabiskan untuk membawa kentang dari Kerinci ke Pasar Angso Duo Jambi? Berapa besar biaya yang dihabiskan untuk mengantarkan hasil karet rakyat dari Tebo ke pabrik? Intinya, masyarakat tidak bisa mencapai kesejahteraan yang diinginkan dari hasil pertanian atau perkebunan mereka karena keuntungan dihabiskan oleh biaya produksi dan transportasi.
Dan banyak lagi alasan lain mengapa kereta api adalah solusi pembangunan transportasi untuk rakyat. Ini tentunya jika kita benar-benar berbicara pembangunan untuk rakyat banyak. Jangan pula ada yang bertanya, ‘rakyat yang mana?’. Basi!
Trus, karena saya menulis artikel seperti ini, nanti kalo ada jalan tol di Jambi, saya tidak boleh gunakan? Cetek! Apa yang saya sampaikan ini adalah sebuah pandangan. Perspektif! Anda boleh tidak setuju tanpa harus saling menghujat. Saya tidak menyalahkan siapa-siapa. Saya juga tidak bilang membangun tol itu tidak baik. Saya ingin katakan, menurut pendapat saya, membangun kereta api lebih baik dan dampaknya lebih masif bagi kepentingan rakyat. Itu saja!
Anda setuju dengan saya? Anda ingin mewujudkannya bersama saya? Saya di depan! Hanya dibutuhkan 204 ribu KTP. Anda ikhlas? Baiklah, tapi jangan sekarang, hehehe.
Discussion about this post