Oleh: Bahren Nurdin, MA
Di tengah curat marutnya ke-bhinekaan, kebersamaan dan persatuan bangsa ini, malah muncul slogan secara massif “Saya Indonesia. Saya Pancasila”. Mengapa harus ‘saya’? Bukankah bangsa ini sedang memerlukan nilai-nilai kebersatuan dan kebersamaan? Jika memang nilai itu yang dibutuhkan, maka seharusnya yang dibangun bukan nilai ‘saya’, tapi ‘kami’ atau ‘kita’. ‘Kami’ untuk menunjukkan keutuhan dan kekuatan bangsa ini kepada orang luar (selain Indonesia), ‘kita’ untuk menunjukkannya kepada sesame bangsa.
Tidak pula bermaksud menjadi kontra terhadap apa yang saat ini berkembang di tengah masyarakat, tapi hanya sekedar mengingatkan bahwa slogan-slogan yang dibangun memiliki kekuatan tersendiri dalam membangun sebuah nilai. Slogan ‘saya’ hanya akan menunjukkan ‘ke-akuan’ yang sangat kuat dan cenderung ‘ego sentris’ dan ‘personal’. Tidak terbayangkan apa jadinya jika masing-masing anak bangsa ini hanya mengedepankan ‘saya’ maka yang muncul kemudian adalah sikap pengabaian terhadap orang lain.
Tegasnya, saya hanya ingin mengingatkan kita semua bahwa bangsa ini tidak dibangun di atas nilai ‘saya’ tapi ‘kami’ atau ‘kita’. Persatuan dan kesatuan!
Mari kita telusuri beberapa falsafah atau momen penting bangsa ini. Kita mulai dari Sumpah Pemuda. Sama-sama kita ketahui bahwa Sumpah Pemuda lahir dari semangat persatuan yang kuat dan kokoh. Pemuda-pemudi Indonesia menyatukan diri untuk menghapus sekat-sekat perbedaan kedaerahan, suku bangsa, dan bahasa. Jika sebelumnya mereka membanggakan diri dengan organisasi-organisai kedaerahan seperti Jong Java, Jong Sumatranen Bond, Jon Celebes, Jong Paguyuban Pasundan dan organisasi lainnya, maka kemudian pada tanggal 28 Oktober 1928 mereka meleburkan diri menjadi ‘kami’ dalam konteks Indonesia.
Coba perhatikan teks sumpah pemuda. “Sumpah Pemuda. Pertama: Kami Putra dan Putri Indonesia, Mengaku Bertumpah Darah Yang Satu, Tanah Indonesia. Kedua: Kami Putra dan Putri Indonesia, Mengaku Berbangsa Yang Satu, Bangsa Indonesia. Ketiga : Kami Putra dan Putri Indonesia, Menjunjung Bahasa Persatuan, Bahasa Indonesia.”
Kata ‘kami’ dalam teks Sumpah Pemuda ini bukan sekedar kata, tapi memiliki makna yang amat sangat berarti bagi bangsa ini. Kata ‘kami’ menjadi pelebur segala perbedaan dan menjadi pengikat semangat kebangsaan. Kata ‘kami’ juga sekaligus menjadi simbol perlawanan terhadap siapa pun yang hendak menjajah bangsa ini. Menunjukkan kepada dunia luar bahwa ‘kami-lah’ bangsa Indonesia yang satu dan yang kokoh. ‘Kami’ bukan partikel-partikel kecil yang menyatu, tapi memang satu kesatuan yang utuh dan tidak bisa dipecah belah.
Begitu juga halnya dengan Proklamasi kemerdakaan bangsa ini. ”PROKLAMASI. Kami bangsa Indonesia dengan ini menyatakan kemerdekaan Indonesia. Hal-hal yang mengenai pemindahan kekuasaan dan lain-lain diselenggarakan dengan cara saksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya. Jakarta, 17 agustus 1945. Atas nama bangsa indonesia. Soekarno-Hatta.”
Lihat, pernyataan proklamasi ini diawali dengan kata ‘kami’. Lagi-lagi ini untuk menunjukkan bagaimana nilai yang dibangun adalah nilai kesatuan. Tidak ada orang yang boleh menyatakan ‘saya’ terhadap bangsa ini. Apalagi jika sampai ada yang merasa ‘hanya saya’, sementara yang lain tidak berarti. Tidak juga Soekarno dan Hatta yang bertindak sebagai proklamator. Mereka jelas menyebutkan ‘atas nama Bangsa Indonesia’, bukan atas nama Soekarno dan Hatta.
Coba perhatikan pula apa yang terkandung di dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Perhatikan, “Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentosa mengantarkan rakyat Indonesia kedepan pintu gerbang kemerdekaan negara Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.” Ada kata ‘rakyat Indonesia’ yang sangat jelas mengedepankan keutuhan dan kebersamaan. Tidak ada sedikit pun tergambar nilai-nilai ‘ke-akuan’.
Akhirnya, marilah kita belajar dari sejarah dan nilai-nilai luhur yang telah mengakar kuat pada bangsa ini. Siapa pun tidak boleh mengaburkan dan menguburnya. Kata ‘saya’ tidak akan mempu mempersatukan bangsa ini. Sejarah telah membuktikan bahwa kata ‘kami’ dan ‘kita’ -lah yang telah mengikat erat persatuan dan kesatuan bangsa ini. ‘Saya’ hanya akan menimbulkan semangat ‘ke-akuan’ dan egosentris. Seharusnya kita berani mengatakan “Kita Indonesia. Kita Pancasila”.
#BNODOC15202062017
*Akademisi dan Pengamat Sosial Jambi
Discussion about this post