[ *BAGIAN SATU* : Artikel singkat ini saya tulis dalam perspektif sebagai orang kampung yang dibesarkan di pinggiran Daerah Aliran Sungai (DAS) Batang Hari, Jambi. Dari tinjauan sosio-kemasyarakatan, mengganasnya binatang buas seperti buaya boleh jadi sebagai pertanda ada norma-norma yang dilanggar oleh masyarakat. Mereka memberi isyarat bahwa dusun itu sudah ‘kotor’ dan harus dibersihkan. Boleh percaya atau tidak karena itu betul-betul terjadi. Hal ini juga menunjukkan kedekatan alam dan manusia. Jadi, dengan kejadian ini, masyarakat diminta untuk mengevaluasi diri apa sesungguhnya yang telah mereka perbuat.]
Kedua, berkurangnya sumber makanan. Sumber makanan utama buaya itu bukan manusia. Saya kira manusia adalah pilihan terakhir. Artinya, jika tidak karena alasan-alasan yang sangat kuat, mereka tidak akan memangsa manusia. Jika sekarang ada buaya makan manusia, maka salah satu alasan kuatnya adalah berkurangnya sumber makanan mereka.
Sama-sama kita ketahui bahwa makanan buaya itu ‘buntang’ (hewan mati). Dulu waktu masih kecil saya sering melihat ada hewan ternak seperti kerbau, sapi, kambing, ayam dan lain-lain yang hanyut di Sungai Batang Hari. Biasanya, tidak lama kemudian binatang-binatang ini menghilang karena dijadikan santapan lezat predator-predator di sungai ini termasuk buaya.
Dulu hewan ternak dilepas ke padang luas. Pagi dilepas, sore dikandang. Pepatah adat kami mengatakan, ‘ladang bekandang siang, ternak bekandang malam’. Walaupun hewan ternak dilepas begitu saja jangan khawatir akan mengganggu tanaman perkebunan karena aturan mainnya pada siang hari ladang harus dijaga. Malam hari boleh tidak dijaga karena ternak sudah dimasukkan kandang oleh yang punya. Sebuah aturan ‘alam’ yang harmonis.
Dilepasnya ternak ke padang luas inilah yang kadang memberi kesempatan pada buaya untuk mencari mangsa. Ada yang mati sendiri dan ada pula yang diburu saat mereka sedang merumput di pinggir sungai. Namun sekarang, seiring perkembangan zaman, pola pemeliharaan ternak pun berubah. Sapi, kambing, domba, ayam,dll dipelihara dengan cara dikurung. Mereka tidak lagi dilepas ke alam bebas. Tidak lagi ditemukan ternak-ternak yang mati dan rumput pun menghijau karena sapi dan kerbau telah dipasung.
Kondisi inilah kemudian yang membuat buaya-buaya ini kehilangan sumber makanan yang pada akhirnya memangsa manusia.
Ketiga, isu kerusakan lingkungan. Jika di negara-negara maju bisa minum air langsung dari kran, kami budak dusun sudah lama bisa minum langsung dari sungai. Duluan kami, kalau begitu. Ketika habis bermain kami langsung ke sungai tidak hanya untuk mandi tapi juga melepas haus sepuasnya. Air sungainya jernih, sehat, dan aman. Glek..!
Bagaimana sekarang? ‘Kebuasan’ manusia telah merubah semua itu. Tebing (dinding sungai) diruntuhkan untuk mencari emas (PETI), batu dan pasir ditambang (galian C), pohon-pohon di pinggir sungai ditumbang untuk dijadikan bahan bangunan, dan banyak lagi aktivitas manusia yang berakhir dengan kerusakan lingkungan. Limbah dan racun dibuang ke sungai. Air raksa yang keras ditumpahkan sedemikian rupa. Ikan-ikan pun bergelimpangan. Jangan coba-coba saat ini meminum air sungai tanpa di masak karena akan berakhir di rumah sakit atau bahkan bisa meninggal dunia.
Isu kerusakan lingkungan ini tentu merupakan salah satu hal yang sangat beralasan mengamuknya buaya-buaya di Sungai Batang Hari ini. Siapa yang tidak marah ketika rumahnya di ganggu. Saya yakin buaya-buaya ini telah kehilangan tempat tinggal di mana mereka bisa bersemayam dengan tenang. Air sungai sudah tidak lagi jernih dan telah diracuni dengan berbagai jenis zat kimia.
Bukankan kita sudah diingatkan oleh Allah dalam firmannya pada Surah Ar-Ruum ayat 41, _”telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (kejalan yang benar).”_ Mengamuknya buaya saat ini adalah salah satu bentuk peringatan Allah terhadap kerusakan alam yang telah dilakukan oleh manusia sendiri.
Akhirnya, kekurangan bahan sumber daya makanan predator-predator di Sungai Batang Hari saat ini karena terjadinya perubahan pola hidup manusia menjadi salah satu alasan mengapa banyak diantara mereka menjadi pemangsa manusia. Begitu juga kerusakan lingkungan yang dilakukan masyarakat saat ini membuat gangguan yang sangat berarti bagi kelangsungan hidup ekosistem yang ada termasuk buaya. ‘Tangan nyincang, bahu mikul’!
Discussion about this post