Oleh: Bahren Nurdin, MA
Ungkapan yang paling lazim kita ucapkan adalah “nobody is perfect” (tak ada manusia sempurna). Ungkapan ringan ini sesungguhnya kaya makna jika benar-benar dipahami. Pada manusialah terletak banyak kekurangan, kehilafan, dan kedhaifan. Atas kesadaran itu pula, manusia dituntut untuk terus belajar dan membenahi diri, bukan untuk menjadi sempurna, tapi berusaha melakukan yang terbaik untuk dirinya, orang lain, dan Tuhan.
Pada ketidaksempurnaan itulah sesungguhnya letaknya kesempurnaan sebagai hamba Tuhan. Namun, tidak dapat dipungkiri pula, manusia cenderung menginginkan dan menuntut kesempurnaan orang lain terhadap dirinya. Ini memang agak aneh, dengan kesadaran penuh bahwa diri tidak sempurna, penuh dengan segala kekurangan, tapi kita menginginkan kesempurnaan dari orang lain.
Lihat saja perlakuan orangtua terhadap anak, suami terhadap isteri, isteri kepada suami, guru kepada murid, atasan kepada anak buah, dan seterusnya. Semua saling menuntut kesempurnaan. Tidak ada yang salah, tapi yang menjadi persoalan terkadang, pada waktu yang sama kita semua lupa atas ketidak sempurnaan diri sendiri.
Letak persoalannya bukan pada kesempuranaan dan ketidaksempurnaan itu, tapi ketika salah satu pihak menginginkan pihak lain seperti yang diinginkan. Maka yang terjadi kemudian tarik menarik satu sama lain. Dapat dibayangkan jika ada dua orang berada di dua sisi berbeda dan saling bertahan dengan keinginan masing-masing, maka tidak akan pernah terjadi kerja sama dan bahkan tidak jarang akan terjadi perpecahan dan permusuhan.
Syarat utama untuk mempertemukan dua sisi yang berada adalah dengan melebur keinginan salah satu diantaranya. Dan ini tentunya tidak mudah karena harus rela mengorbankan keinginan yang ada pada diri. Tidak mudah karena harus menerima apa yang tidak disukai. Memaafkan apa yang sesungguhnya menyakitkan. Di sinilah letak saling memahami untuk mempertemukan kedua kutup yang berseberangan tersebut.
Memahami (understanding) adalah kata kunci yang paling tepat untuk menghargai ketidaksempurnaan orang lain. Paling tidak ada beberapa cara yang dapat dilakukan. Pertama, open minded (berpikiran terbuka). Open minded artinya membuka diri untuk melihat keberadaan orang lain. Ada pemahaman yang mendasar bahwa kita memang terlahir berbeda.
Itu artinya, harus pula memiliki wawasan yang luas terhadap sifat dan sikap orang lain. Jika orang berbuat sesuatu tidak bisa divonis sesuai apa yang kita pahami. Bahkan, sesuatu yang menurut anda salah belum tentu salah menurut orang lain atau budaya orang lain. Bahasa sederhananya, jangan pakaikan baju anda kepada orang lain. Pasti tidak pas!
Kedua, sabar. Ada hal-hal yang di luar maunya kita. Rasanya memang tidak bersesuaian dan bertentangan dengan kehendak hati. Saat itu akan muncul rasa kesel dan marah. Pada kondisi inilah sangat dibutuhkan kesabaran. Kesabaran menjadi salah satu cara efektif untuk memahami ketidaksempurnaan orang lain.
Akhirnya, ketidaksempurnaan orang lain sama halnya ketidaksempurnaan diri kita sendiri. Maka, untuk memahami ketidaksempurnaan orang lain, pahamilah bahwa kita juga memiliki ketidaksempurnaan sebagaimana orang lain. Buka pikiran dan bersabar adalah kunci sukses memahami orang lain.
#BNODOC230082017
*Akademisi UIN STS dan Pengamat Sosial Jambi
Discussion about this post