Tulisan ini saya tulis sesaat setelah kembali dari Kuala Lumpur menghadiri pertemuan masyarakat Indonesia dengan menteri pemuda dan olahraga (Menpora), Andi Alfian Malarangeng. Sebagaimana diketahui bahwa saat ini beberapa pembesar negara kita setingkat menteri berada di Kuala Lumpur untuk menyaksikan laga final piala Suzuki AFF besok di Stadium Bukit Jalil. Dengan difasilitasi oleh kedutaan besar Malaysia, diadakanlah pertemuan Menpora dan masyarakat Inodenesia di Sekolah Indonesia Kuala Lumpur (SIK). Beberapa pejabat pendaping Menpora yang juga ikut hadir di antaranya adalah Duta Besar Da’i Bahtiar, Ketua Mahkamah Konstitusi, Mahfud MD, Atase Pendidikan dan lain-lain. Singkatnya ruangan pertemuan itu dipenuhi oleh masyarakat Indonesia. Menggembirakan dan mengharukan untuk mengobati kerianduan akan tanah air.
Pertemuan diawali dengan pembacaan doa oleh Ustazd Hermanto Harun dengan mendoakan agar timnas kita bisa menoreh prestasi pada pertandingan besok. Dilanjutkan dengan sambutan Bp. Da’I Bahtiar dan ditutup dengan sesi tanya jawab berasama Menpora. Seperti biasa Menpora memompa semangat nasionalisme anak-anak bangsa yang sedang berada di Malaysia ini. Menggelorakan Indonesia Raya dan tidak lupa yel-yel “Garuda di Dadaku”. Menteri pun berjanji akan memberikan kaos dan atribut termasuk beberapa ratus lembar tiket gratis untuk para penonton besok. Tentu saja disambut meriah oleh para hadirin yang hadir; sebagian besar adalah mahasiswa dari berbagai universitas di Malaysia.
Benar saja, tidak lama kemudian, atribut berupa kaos yang dimaksudkan Menpora itu pun dibagikan secara simbolis sebelum kemudian disebarkan melalui koordinator Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) masing-masing cabang. Tapi ternyata sungguh ‘mengejutkan’, begitu melihat ‘si merah’ yang dibagikan tersebut yang muncul adalah lambang Bakrie mendampingi Garuda. jadilah “Bakrie di Dadaku” (bagi yang memakai kaos itu). Apa yang salah? Sesungguhnya tidak ada yang salah dengan lambang itu. Mungkin lambang itu sama saja dengan lambang Nike seperti sponsor-sponsor lainnya. Namun, pertanyaan besarnya adalah “mengapa ‘sponsor’ ini baru muncul sekarang?. Adakah secara resmi Bakrie menseponsori perhelatan AFF ini, sehingga boleh memasang logo tsb?”. Entahlah. Rasanya tidak berlebihan, jika melihat kondisi politik tanah air saat ini, pembagian kaos ini sudah sangat kental dengan muatan-muatan politis. Kawan-kawan mahasiswa hanya mampu ‘berkicau’ tak berdaya. Betul juga, sebagian hanya mampu berteriak “Yang penting gratis..!”
Secara pribadi, dengan alasan pribadi, saya menolak memakai kaos itu. Ini sikap pribadi saya (silakan jika anda tidak sependapat dengan saya). Saya tidak akan mencampur adukkan ‘Garuda ku’ dangan muatan politis seperti ini. Ditambah lagi, Saya rasanya tidak sanggup memakai kaos itu ketika saudara-saudara saya berkubang lumpur meregang nyawa di Sidoarjo sana. Saya tidak akan menodai kesucian semangat Garuda dengan selembar kaos ‘bermuatan’ seperti ini. Kalau pun saya tidak sanggup membeli kaos garuda, biarlah saya tempel garuda itu hanya di dalam dadaku, di lubuk hatiku yang paling dalam. Ia akan mengalir di dalam darahku, berhembus melalui nafasku. Garudaku terlalu suci untuk dikotori. “Garudaku terbanglah dengan kesucianmu. Jangan biarkan kau dinodai oleh orang-orang ‘cerdik’ negeri ini demi mengeruk keuntungan pribadi (dan golongan) untuk mencapai kepentingan-kepentingan terselubung darimu. Kami siap membelamu, Garudaku..!”
Mohon maaf jika ada yang tidak berkenan, tulisan ini tidak bermaksud melukai siapa pun. Ini murni keluhan hati sebagai anak negeri yang sagat mencintai ‘Garuda’ ku.
Malaysia, 25 Desember 2011
Discussion about this post