Selamat kepada anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang sudah dilantik dan akan dilantik baik di pusat (RI) maupun di daerah (provinsi dan kabupaten/kota). *Selamat Bekerja.*
Sebelum bekerja, ada baiknya kita samakan persepsi terlebih dahulu. Bahwa anggota dewan merupakan kader partai adalah benar. Bahwa mereka utusan partai juga tidak salah. Bahwa mereka harus mendapat rekomendasi partai, betul. Tapi satu hal yang tidak boleh lupa dan paling penting adalah siapa yang memilih mereka? Rakyat!
Kalau begitu, penentu akhirnya adalah rakyat. Nyatanya, sekeras apa pun usaha yang dilakukan partai, jika rakyat tidak memilih maka mereka tidak akan pernah menjadi anggota dewan. Jelas sudah, mereka berhutang budi kepada rakyat. Tidak ada tafsir lain selain bekerja untuk rakyat. Bahasa lugasnya, mereka petugas rakyat, bukan petugas partai. Faham?
Lantas, apa tugas mereka terhadap rakyat?
*Pertama,* menepati janji-janji politik terhadap rakyat. Kepada mereka yang sudah terpilih (sudah dilantik maupun akan dilantik), wajib hukumnya melihat kembali catatan-catatan atau rekaman-rekaman janji-janji yang pernah diumbar kepada rakyat. Dilihat kembali apa saja yang pernah terucap. Dimana berbicara apa. Jangan pura-pura lupa!
Ingat, janji adalah hutang. Jangan sampai lain dulu lain sekarang. Dulu waktu kampanye janji akan begini dan begitu, setelah dilantik malah mencari sejuta alibi dan alasan.
Hutang tetap harus dibayar, baik di dunia maupun di akhirat nanti. Sekedar mengingatkan saja, jadi anggota dewan itu lima atau sepuluh tahun saja, sedangkan di akhirat itu untuk selamanya.
*Kedua*, pelajari dan laksanakan tugas dan fungsi. Tidak perlu diajari lagi bahwa paling tidak ada tiga fungsi utama anggota dewan yang ditelah diatur oleh undang-undang yaitu fungsi legislasi, anggaran dan pengawasan. Tiga fungsi utama ini harus berada dalam kerangka kepentingan rakyat. Kembali lagi ditegaskan, jadilah petugas rakyat!
Jelas sudah, jika fungsi ini dijalankan secara profesional maka akan terhindar dari perbuatan-perbuatan yang melanggar hukum seperti korupsi, kolusi dan nepotisme. Cerita tentang uang ketok palu seharusnya tidak perlu lagi terdengar. Permainan fee proyek tidak harus ada karena proyek-proyek itu hakikatnya milik rakyat. Justeru, para anggota dewanlah yang seharusnya mengawasi jalannya proyek, bukan malah ikut bermain proyek atau ‘minta jatah’!
*Ketiga,* tingkatkan kapasitas diri. United Nations Development Programs (UNDP) mendefinisikan kapasitas itu sebagai _kemampuan individu dan organisasi atau unit-unit organisasi untuk melaksanakan tugas pokok dan fungsinya secara efektif, efisien, dan berkelanjutan_. Intinya, anggota dewan memang hurus lebih banyak belajar supaya makin cerdas dan berkualitas. Jika selama ini belum lancar berbicara di depan umum, belajarlah dengan keras. Jika selama ini belum pernah membaca atau mempelajari undang-undang, mulailah rajin membaca. Jika selama ini masih sering debat kusir, mulailah belajar bagaimana etika berdiskusi dan berdialektika pemikiran secara elegan.
Tentu saja, jika para anggota dewan memiliki kapasitas, tegas dalam bertugas, pandai menjalankan fungsinya, maka rakyat pun akan bangga dan program-program pembangunan bangsa ini dapat berjalan dengan baik.
Akhirnya, sekedar mengingatkan bahwa partai politik hanyalah kendaraan politik sehingga seorang anggota dewan tidak bekerja untuk partai tapi untuk rakyat. Kontribusi yang sebesar-besarnya harus diberikan kepada rakyat. Janji-janji politik harus ditunaikan kepada rakyat. Rakyat, rakyat dan raykat! Semoga.
Discussion about this post