Oleh: Bahren Nurdin, MA
Jika Anda pecinta sinetron, dapat dipastikan pernah menonton adegan dimana seorang pria mendapati istrinya sedang berduaan di kamar tidur bersama pria lain. Selanjutnya terjadi pertengkaran bahkan tidak jarang berakhir dengan adegan perkelahian antara dua pria tersebut. Cinta segitiga. Hiks.
Itu sinetron. Di Jambi ternyata adengan romansa semacam itu benar-benar terjadi. Ramai diberitakan seorang suami yang pulang kerja memergoki istrinya sedang memadu asmara dengan laki-laki lain di kamar tidurnya sendiri. Pedih, Bro. Bisa dibayangkan betapa meradangnya Pak HS (45) ketika badan letih pulang kerja menemukan istrinya SA (40) sedang ‘merintih’ lirih bersama RS (48). Syukur tidak terjadi pertumpahan darah, walau kemudian berlanjut kekantor polisi.
Coba lihat umur mereka. Masih mudakah? Ups… ternyata selingkuh tidak melihat usia. Darah tua bisa menggelora bila sudah dihadapkan dengan cerita asmara. Asmara yang memperturutkan syahwat belaka. Diperbudak saiton angkara murka. Nafsu membara membakar apa saja termasuk logika. Kejahatan birahi membunuh hati nurani.
Ah…apa ini penanda zaman? Boleh jadi. Anda selingkuh juga, kan? Jangan marah dulu. Anda boleh membantah dan berteriak menggunakan TOA masjid dan berkata “Tidaaaaak!”. Tapi coba diam-diam evaluasi keseharian anda, terutama di lingkungan kerja. Apa yang anda ucapkan, pikirkan, dan lakukan terhadap teman kerja lawan jenis anda? Selingkuh!
Selingkuh Kata
Tidak terasa, kata-kata yang terucap dalam keseharian itu ternyata telah menyalahi kodrat peruntukannya. Kata itu memiliki peruntukan sesuai kaedah dan norma yang berlaku. Kalau berani coba saja ucapkan kalimat “Bro, apa kabar?” kepada Presiden dalam acara resmi. Tidak mungkin, karena kalimat itu bukan di sana peruntukannya.
Ini yang sering terjadi di lingkungan kerja. Dengan alas an keakraban, kedekatan, kenyamanan, dll keluarlah kalimat-kalimat seperti, “Apa kabar, Cinta?”. “Di mana, say?”. “Eh, tolong ambilin kertas, ya ganteng.”. “Halo, Cantik”. “Sedang ngapain, Manis?” dll. Apa yang salah dengan kalimat-kalimat tersebut? Tidak ada yang salah, yang salah peruntukannya. Lihat juga kalimat atau kata-kata di media social anda. Apa kata yang terucap kepada lawan jenis anda? Itu namanya selingkuh kata/kalimat.
Selingkuh hati
Ini lain lagi. Ada yang terungkap dan terucap ada yang tidak. Diam-diam menaruh hati, meletekkan kagum di luar wajar, mencintai dalam diam. Yang terungkap biasanya diceritakan kepada teman dekat bahwa ada hati kepada lawan jenisnya padahal ia telah dinikahi atau menikahi. Perhatian diberikan, empati diperlihatkan, terkadang mencuri Ibadan kasihan. Memendam rasa yang tidak biasa dengan segudang asa. Hati-hati, dari hati turun ke body.
Selingkuh Body
Ini level penghiatan tingkat tinggi. Apa yang terjadi pada SA dan RS tentu bukan pula yang pertama dan diyakini belum akan berakhir. Berdoalah bukan saya atau anda yang melanjutkan kisah asmara murka tersebut. Ya, Allah sangat murka dengan selingkuh jenis ini.Selingkuh jenis lain Allah juga marah. Allah katakana dalam Wahyu Nya “jangan dekati zina”. Nyerempet saja tidak boleh apalagi ‘adu body’.
Apa sebenarnya penyebab ‘serempet-menyerempet’ ini? Boleh jadi dampak negative dari pemanfaatan teknologi informasi yang tidak bijak. Tidak terkontrolnya prilaku komunikasi menggunakan media sosial yang pada akhirnya member peluang untuk ‘nyerempet’. Ketidak harmonisan dalam rumah tangga bisa juga sebagai pemicu. Yang jelas, jauh dari wahyu Illahi dan kurangnya iman juga kerontangnya hati nurani membuat orang mudah prustasi dan mencari jalan sendiri. Banyak lagi.
Sudahlah, abaikan saja judul artikel ini. Tidak perlu dijawab. Kita sepakati saja bersama “katakana tidak pada selingkuh!”. Setuju?
#BNODOC10011042017
*Akademisi dan pengamat sosial Jambi.
Discussion about this post