Oleh: Bahren Nurdin, MA
Tidak terasa masa jabatan Wako dan Wawako Jambi H. Syarif Fasha, ME dan Drs. H. Abdullah Sani, M.Pd.I (2013-2018) segera menuju terminal setelah menempuh perjalanan selama lima tahun. Tahun 2018 segera datang dan Pilwako akan kembali dijelang. Akankah mereka kembali berpasangan untuk periode selanjutnya? Tidak perlu berspekulasi. Biarkan saja mereka mengambil keputusan sendiri. Tulisan ini tidak mendiskusikan siapa akan berpasangan dengan siapa, tapi hanya ingin meraba-raba suasana perhelatan Pilwako mendatang.
‘Meraba-raba’ dalam makna mengajak masyarakat Jambi untuk mempersiapkan diri menghadapi perhelatan tersebut. Mempersiapkan diri berarti mulai menilai dan menelaah siapa yang akan dipercaya untuk memimpin kota ‘Tanah Pilih Peseko Betuah’ ini mendatang. Sebagai ibu kota Provinsi Jambi, perhelatan Pilwako tahun depan agaknya akan mendapat perhatian masyarakat Jambi, tidak hanya Kota Jambi tapi juga seluruh masyarakat di kabupaten dan kota lainnya.
Hal ini sudah mulai dirasakan. Diskusi-diskusi masyarakat dari warung kopi hingga seminar hotel berbintang mulai diangkat untuk memperbincangkan nasib ‘negeri Sulthan Thaha’ ini. Perbincangan yang ‘hot’ masih berkisar seputar ‘siapa penantang Fasha’? Akankah muncul nama-nama baru, atau kembali tampil wajah-wajah lama? Sebenarnya, wajah baru dan wajah lama tidak perlu dipusingkan. Esensinya terletak pada peran nyata meraka melakukan perubahan dan pembangunan.
Di Kota Jambi sendiri, harus diakui tipologi masyarakat Kota Jambi berbeda dengan kabupaten kota yang ada di lingkungan Provinsi Jambi. Kota Jambi memiliki kaum urban yang lebeih ‘melek’ politik. Artinya, masyarakat menentukan pilihan politik mereka sudah berdasarkan pertimbangan-pertimbangan logis. Masyarakat Kota Jambi juga sangat heterogen yang terdiri dari berbagai suku bangsa. Dengan kondisi ini para kandidat yang mencoba mencalonkan diri, terutama para penantang petahana (Jika incumbent kembali maju), harus kerja keras untuk meyakinkan calon pemilih bahwa mereka memiliki program-program logis yang tidak hanya cukup dengan baliho pencitraan.
Sampai saat ini, perbincangan Pilwako dan menyangkut para ‘petarung’ yang akan naik ‘ring’, masih sangat ‘cair’. Masing-masing orang dan partai masih saling lirik kiri, lirik kanan. Ada pula yang mencoba melakukan pendekatan-pendekatan. Semua kemungkinan untuk kolaborasi dijajaki. Sedikit apa pun peluang, dimanfaatkan. Sowan sana, sowan sini terus bergulir, dari mendatangi tokoh hingga toke. Dampaknya, berbagai opini pun berkembang di tengah masyarakat. Spekulasi dan prediksi juga muncul di berbagai media setiap hari.
Sebenarnya yang akan menambah khasanah pertarungan di kota ini apabila tokoh-tokoh yang muncul datang dari berbagai kabupaten dan kota di Provinsi Jambi. Prestise dan tantangan menjadi Wali Kota Jambi tentu berbeda dengan menjadi walikota dan bupati di daerah. Namun hingga saat ini belum ada nama yang mencuat. Tidak ada tokoh yang punya nyali untuk bertarung memperebutkan BH 1 AZ. Nama-nama yang sekarang mulai digadang-gadang masih merupakan ‘orang kota’. Agaknya perlu stimulant yang kuat bagi tokoh-tokoh daerah untuk memunculkan diri. Ada yang berani?
Akhirnya, akankah Pilwako Jambi 2018 mendatang ‘serasa’ Pilgub? Kita nantikan saja perkembangan selanjutnya. Namun demikian, apa pun rasanya, yang jauh lebih penting adalah menjadikan perhelatan ini sebagai media untuk menentukan pemimpin yang akan membawa perubahan, pembangunan dan kesejahteraan bagi masyarakat Kota Jambi. Masyarakat juga sudah harus cerdas untuk tidak terjebak oleh politik pencitraan para pencitra. Semoga.
#BNODOC9910042017
*Akademisi dan Ketua Komunitas Peduli Pemilu dan Demokrasi [KOPIPEDE] Provinsi Jambi
Discussion about this post