Thursday, May 22 2025
Berilmu dan Beramal
  • PENGURUS
  • SAMBUTAN KETUA
  • SEJARAH
  • KONTAK
  • LEGALITAS
  • MISI, VISI & LOGO
  • BERITA
  • PENDIDIKAN
  • SANTUNAN
  • DONASI
  • MOTIVASI
  • INSPIRASI
  • PUBLIKASI
  • TRAINING CENTER
    • PENAWARAN
    • KEGIATAN
    • AGENDA
  • KREATIVITAS
    • CERPEN
    • PUISI
  • MATERI DAKWAH
  • PROFILE
  • BERITA
  • PENDIDIKAN
  • SANTUNAN
  • DONASI
  • MOTIVASI
  • INSPIRASI
  • PUBLIKASI
  • TRAINING CENTER
    • PENAWARAN
    • KEGIATAN
    • AGENDA
  • KREATIVITAS
    • CERPEN
    • PUISI
  • MATERI DAKWAH
  • PROFILE
Berilmu dan Beramal
No Result
View All Result

ADA APA DENGAN PUISI?

03/08/2017
in MOTIVASI
A A
ShareTweetSendScan

Oleh: Bahren Nurdin, MA

Ketika reformasi pecah pada tahun 1998, tiba-tiba semua orang mendadak jadi penyair. Di mana-mana orang membaca puisi, dari ruang seminar hingga jalanan dan kolong jembatan. Ya, semua kalangan; aktivis, pejabat, buruh, petani, akademisi, guru, siswa, mahasiswa, ibu rumah tangga, tukang becak, polisi, tentara, kiyai, dan seterusnya, membaca puisi. Lantas ada apa dengan puisi?

Seorang penyair Inggris ternama William Wordsworth (1770-1850) mendefinisikan puisi sebagai “the spontaneous overflow of powerful feelings” (luapan perasaan yang dahsyat dan spontan). Jadi puisi itu adalah cara orang untuk menyalurkan perasaan yang meluap-luap. Kapan perasaan itu akan meluap-luap? Jika ia mendapat dorongan yang kuat lagi dahsyat dari dalam diri. Itulah kemudian mengapa orang terlalu sedih, terlalu bahagia, terlalu marah, terlalu kecewa, terlalu sayang, dan terlalu-terlalu lainnya mereka berpuisi.

Ternyata, puisi adalah ‘kanal’ yang sangat efektif untuk menyalurkan luapan perasaan dari dalam diri manusia. Reformasi adalah puncak luapan kemarahan rakyat Indonesia yang kemudian banyak tersalurkan melalui puisi. Kemarahan dan kebencian terhadap rezim mengalir menjadi bait-bait yang nan indah dan bermakna. Kesedihan dan kekecewaan terhadap penguasa tersembunyi rapi di balik kata-kata. Moncong-moncong senjata nan garang dan meregang ‘dianyam’ apik oleh syair nan mengalir. Merdu dan syahdu!

Itulah mengapa Dylan Thomas (1914-1953) mengatakan bahwa “Poetry is what makes me laugh or cry or yawn, what makes my toe nails twinkle, what makes me want to do this or that or nothing”. Puisi tidak hanya kata-kata, tetapi ia memiliki kekuatan yang maha dahsyat untuk mendorong orang melakukan sesuatu atau tidak mau melakukan sesuatu. Puisi kemudian mampu mengobarkan semangat hingga membara, atau sebaliknya ia mampu memadamkan gejolak ‘neraka’ di dalam jiwa.

Puisi pula yang mampu membuat orang menangis, tertawa atau menangis sambil tertawa, dan tertawa sambil menangis. Lihatlah mereka yang tersenyum renyah dengan bercucuran air mata. Dan saksikan pula kemarahan-kemarahan itu menyeruak diantara senyum dan tawa di bibir. Oh puisi!

Hanya jiwa-jiwa kerontang nan gersang yang tidak ditumbuhi oleh puisi. Puisi akan hidup dan bersemi dalam setiap jiwa manusia yang subur akan nilai dan rasa. Dan, bagi mereka pemburu makna.

Puisi jualah nan merekam zaman dan mencatat lukisan sejarah. ‘Karawang-Bekasi’-nya Khairil Anwar (1922-1949) mampu mengabarkan kepada rakyat Indonesia sampai kapan pun tentang jiwa-jiwa suci para pahlawan yang telah dipersembahkan untuk negeri ini. Sebuah peringatan sejarah yang takkan lekang oleh zaman. Khairil Anwar mengingatkan “Atau jiwa kami melayang untuk kemerdekaan /kemenangan dan harapan /atau tidak untuk apa-apa, /Kami tidak tahu, kami tidak lagi bisa berkata/
Kaulah sekarang yang berkata”. Khairil ingin nunjuk ‘batang hidung’ kita yang hidup sekarang dan bertanya ‘apa yang telah kau persembahkan untuk negeri ini?’.

Juga melalui puisi, kepada Pak Khairil Anwar saya ingin kabarkan bahwa;
Kerajaan ini memang tak besultan

Rantau ini tak bejenang

Negeri tak bebatin

Luhak tak berpenghulu

Kampung tak betuo

Rumah tak lagi bertengganai

Negeri ini telah habis dimamah oleh keserakahan dan kerakusan akan kekuasaan sehingga ia tak lagi bertuan.

*****
Hari ini (26/7/2017) saya dapat undangan untuk mempersembahkan puisi dalam perhelatan Hari Puisi Indonesia Jambi. Inilah catatan masa dalam sebuah puisi yang akan saya persembahkan pada kegiatan ini.

GENTALA TAK BERTUAN

Oleh: Bahren Nurdin

Artikel Terkait

PEMILIHAN REKTOR UIN STS JAMBI: Saatnya Menjadi Akademisi Sejati

27/07/2023

ANDA JUGA KORBAN NARKOBA: FENOMENA GUNUNG ES

26/10/2021

COVID 19: SAATNYA INGAT MATI

04/08/2021

NILAI-NILAI QURBAN

04/08/2021

Masih setia ia mengalir; dari hulu hingga hilir

Riak kecil bersama kapar-kapar menghampar

Hanyut jauh hingga ke samudera tak bermuara

Sambil berkata pada menara, “Apa kabar, Gentala?”

Yang ditanya tak bersuara; diam seribu kata

Tidak juga tersenyum, apa lagi tawa

Ia sedang bermuram durja

Nasibnya malang alang kepalang

Tinggi menjulang tapi tak terbilang

Megah gagah tapi tak bermawah

Indah dan cantik tapi tak dilirik

Malang nian nasipmu kini wahai Gentala

Ooo… Gentala

Kau berdiri megah di tanah bertuah

Tapi kau tak berharga bak sampah

Diiringi sumpah serapah para bedebah

yang mencari makan dari sumpah

Ooo…Gentala

Menjulanglah hingga ke Arasy

Bertemulah dengan tuhanmu

Ceritakan, saat ini kau yatim piatu di tengah para benalu

Penghisap darah, penjilat nanah, penyembah kekuasaan

Ooo…Gentala

Kau memang sebatang kara

Kerajaan ini memang tak besultan

Rantau ini tak bejenang

Negeri tak bebatin

Luhak tak berpenghulu

Kampung tak betuo

Rumah tak lagi bertengganai

Ooo…Gentala

Kini, janganlah kau sesali diri

Mentari masih setia datang dan pergi

Sama seperti sore ini

Aku menyaksikan bayang-bayangmu telah hanyut ditelan riak Batang Hari

Pertanda mentari pamit menuju upuk

Memerah merekah marah tak berdarah

Syahdu pilu meninggalkan para pemburu bayangmu

Mereka datang dan pulang tanpa mata dan sukma

Mereka yang dulu melahirkanmu entah dimana

Mereka yang kini bersamamu pun telah terkubur berselimut citra

Yang tersisa kaum-kaum alay dengan tongsis bak belalai

Foret-fotretmu dipajang telanjang tak bernilai

Dan kau diabai; terbengkalai!

*****

Akhirnya, jika puisi itu adalah ‘luapan perasaan yang dahsyat’, inilah perasaan yang terus menyeruak pada deru nafas yang terhembus. Sesak di dada, menetes air mata, sedih dan iba, melihat Gentala yang menjulang

gagah tapi kehilangan marwah! Selamat Hari Puisi

Indonesia.

 #BNODOC20626072017

*Akademisi UIN STS dan Pengamat Sosial Jambi

20292731_611002135955087_7747395859143278352_n

Next Post

MEMBANGUN KAPASITAS DIRI

RACUN ITU BERNAMA JAJANAN SEKOLAH

NAFSU PEMBUNUH YANG MEMBUNUH

Discussion about this post

About Me

Horrison Rose

Passionate Blogger

Hello & welcome to my blog! My name is Mocha Rose and I'm a 20-year-old independent blogger with a passion for sharing about fashion and lifestyle.

Instagram

    Please install/update and activate JNews Instagram plugin.

Popular

Jambi kehilangan Tokoh Kharismatik.

1 year ago

IDUL FITRI: Kembali Menyatu Pasca Pemilu

1 year ago

HARI GINI MASIH ABS?: BANGUNLAH ‘SUPER TEAM’

1 year ago

Tanggapan Pers:

1 year ago
Berilmu dan Beramal

© 2019 Yaqin - Komplek Bahri Makmur Blok J, No 6, RT 22/03, Jaluko – Muaro Jambi – Jambi – Indonesia. Kode Pos 36361. Developed by Ara.

  • Disclaimer
  • Kontak
  • Legalitas
  • Misi, Misi & Logo
  • Pedoman
  • Pengurus
  • Sambutan Ketua
  • Sejarah

Ikuti Kami

No Result
View All Result
  • BERITA
  • PENDIDIKAN
  • SANTUNAN
  • DONASI
  • MOTIVASI
  • INSPIRASI
  • PUBLIKASI
  • TRAINING CENTER
    • PENAWARAN
    • KEGIATAN
    • AGENDA
  • KREATIVITAS
    • CERPEN
    • PUISI
  • MATERI DAKWAH
  • PROFILE